Senin, 12 Desember 2011

PROFIL PROVINSI JAWA TIMUR


Sejarah Provensi JawaTimur
Menelusuri sejarah hari jadi provinsi Jawa Timur, tidak lengkap tanpa melihat background kondisi wilayah dan pemerintahan Jawa Timur. Seting sejarah Jawa Timur penting disajikan secara khusus agar dapat dikenali dan dipahami tentang argumentasi tim penelusuran hari jadi yang dibentuk Gubernur Jawa Timur mengusulkan alternatif hari jadi, dan bagaimana pula respond dan jawaban akhir dari DPRD terhadap usulan hari jadi hingga penetapannya. Peristiwa-peristiwa historis seperti apa yang secara faktual dan obyketif pernah terjadi dan dilalui provinsi Jawa Timur, sehingga tanggal 12 Oktober 1945 disepakati dan ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Masa Kerajaan
Sumber-sumber epigrafis yang ditemukan di Indonesia banyak yang memberikan informasi tentang sistem pemerintahan di Indonesia. Perkembangan pemerintahan pada masa kerjaan diketahui dimulai sejak zaman Mataram Kuno (760-929), Medang (937-1080), Kediri (1080-1222), Singasari (1222-1292), Majapahit (1294-1527), Demak-Pajang (1575), dan Mataram Islam (1575-1755).
Menurut Prasasti Canggal (732 M), Kerajaan Mataram Kuno di bawah pimpinan Raja Sanjaya, struktur pemerintahan bersifat konsentris. Secara hierarkis pemerintahannya terdiri dari pemerintah pusat (kerajaan), pemerintah daerah (watek), dan pemerintahan desa (wanua). Pada pertengahan abad X oleh Pu Shendok, salah seorang keturunan Dinasti Sanjaya terakhir di Jawa Tengah, pusat kerajaan dipindahkan ke Jawa Timur. Disamping itu, ia juga melakukan konsolidasi kekuasaan dan pemerintahannya dalam suatu sistem dan struktur yang lebih mantap. Pu Shendok juga membangun wangsa atau dinasti baru yang dikenal dengan Wangsa Isana.
Keturunan Wangsa Isana berkembang di Kediri (1049-1222). Pada masa di Kediri ini muncul perubahan dalam struktur pemerintahan dengan munculnya istilah thani, wisaya, dan bhumi seperti yang terungkap pada prasasti Hantang (1135). Selain itu juga muncul istilah haji atau lurah yang diduga merupakan pejabat wilayah pada tingkat wisaya. Satuan wilayah wisaya ini menggantikan istilah watek pada abad sebelumnya. Istilah bhumi yang muncul dapat disejajarkan dengan istilah nagara. Namun istilah bhumi mengacu kepada ibukota, sedangkan nagara merupakan sebutan bagi satuan wilayah yang secara geografis maupun fisik dipimpin oleh seorang haji. Melihat realitas diatas maka dapat disimpulkan bahwa struktur pemerintahan pada masa kerajaan Kediri terdiri dari thani (desa), wisaya/lurah/haji (kabupaten), dan bhumi (pusat).
Pada masa kerajaan Singhasari (1222-1292) terjadi perkembangan baru dalam struktur pemerintahan di Jawa Timur. Berdasarkan prasasti Mula-Manurung, 28 Desember 1255 yang dikeluarkan Raja Seminingrat, muncul institusi baru, yaitu nagara sebagai satuan wilayah pemerintahan. Institusi baru ini posisinya berada di atas watek/wisaya dan di bawah raja. Perubahan ini dilakukan untuk perluasan kawasan politik, khususnya dalam politik perdagangan.
Struktur pemerintahan lebih mengalami kemajuan pada masa Kerajaan Majapahit (1294-1527). Pada masa ini pemerintahannya telah menerapkan orientasi keluar dan memantapkan sistem penataan wilayah dan pemerintahan. Masa ini muncul jabatan-jabatan seperti Pahom Nahendra (Dewan Kerajaan), Saptaprabu (Dewan Pertimbangan), Saptaupapati (Pejabat Kehakiman), Panca Thanda (Birokrasi), dan Darma Putera, serta Bhayangkari (pasukan keamanan khusus).
Wilayah kerajaan Majapahit, khususnya di Jawa dibagi menjadi sejumlah propinsi yang membawahi sejumlah penguasa lokal: bupati, akuwu, dan demang. Para penguasa lokal ini menerima kekuasaan dari raja. Namun ia harus melakukan kewajiban seperti menyediakan tenaga untuk keperluan raja dan kepentingan militer jika diperlukan, membayar pajak, dan menghadap ke ibukota atau ke istana untuk menyatakan kesetiaan .
Arca Dwarapala masa Singasari
Dalam perkembangan pemerintahan selanjutnya, setelah wilayah Majapahit semakin luas, raja dijadikan sebagai pusat kosmis. Untuk itu diangkatlah keluarga raja menjadi adhipati atau gubernur pada nagara-nagara atau propinsi sebagai penghubung antara raja dengan masyarakat desa. Dalam konteks demikian Raja Hayam Wuruk mengukuhkan undang-undang pemerintahan dan ditetapkannya hari jadi pemerintahan nagara setingkat provinsi di Jawa Timur dalam struktur pemerintahan kerajaan Majapahit pada tanggal 27 Maret 1365 M.
Keputusan ini diperkuat setelah Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah Majapahit di bagian timur, yang dalam perkembangannya kemudian daerah-daerah tersebut menjadi wilayah Provinsi Bang Wetan atau Jawa Timur.
Denah lingkungan Keraton Majapahit (sumber : Prof.Dr. Slametmuljana)
Provinsi Bang Wetan atau Jawa Timur.
Tanggal lain yang juga berhubungan dengan masalah penetapan munculnya pemerintahan nagara atau provinsi selain prasasti Mulamanurung ialah tanggal peluncuran Nagarakrtagama sendiri yaitu, tanggal 25 September 1365.
Dari informasi yang ditemukan secara vertikal struktur pemerintahan Majapahit dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: bhumi (pusat/maharaja), rajya (nagara) provinsi/raja/natha/bhatara/wadhana/adhipati), watek/wiyasa (kabupaten/ tumenggung), lurah/kuwu (kademangan/demang), thani/wanua (desa, petinggi), kabuyutan (dusun/dukuh/lingkungan/rama).
Wilayah propinsi pada Kerajaan Majapahit yang semula pada abad XIV berdasarkan pemberitaan Negarakrtagama berjumlah dua belas, yaitu:
No
Nama Nagara
Nama Natha atau Gubernur
Keterangan
1.
Kahuripan (Janggala)
Tribhuwanatunggadewi
Ibu Raja
2.
Daha (Kediri)
Rajadewi Maharajasa
Bibi/Mertua
3.
Singhasari
Kertawardhana
Ayah Raja
4.
Wengker (Ponorogo)
Wijayarajasa
Paman/Mertua
5.
Matahun (Bojonegoro)
Rajasawardhana
SuamiBhre, Lasem, sepupu Hayam Wuruk
6.
Wirabhumi (Blambanagan)
Nagarawardhani
Kemenakan Hayam Wuruk
7.
Paguhan
Sangawardhana
IparHayam Wuruk
8.
Kabalan
Kusumawardhani
Anak (prp)
9.
Pawanuan
Surawardhani
-
10.
Lasem (Jawa Tengah)
Rajasaduhita Indudewi
Sepupu Hayam wuruk
11.
Pajang (dekat Solo)
Rajasaduhitaiswari
Saudara Prp.Hayam wuruk
12.
Mataram (Yogyakarta)
Wikramawardhana
Kemenakan/Prp.Hayam wuruk
Sumber: Th. G. Pigeud, Java in the 14th Century A Study in Cultural History I Javanese Texts in Transcription, The Hague: M. Nijhoff, 1960).
Berdasarkan prasasti Suradakan, 22 Nopember 1447 provinsi di Majapahit berkembang menjadi empat belas, yang masing-masing satuan daerah itu dipimpin oleh seorang bangsawan keluarga raja sebagai raja muda yang bergelar Bhatara atau gubernur. Keempat belas daerah dan natha tersebut adalah:
 



Nama Nagara
Gubernur
Kahuripan (Janggala)
Rajasawardhana Dyah Wijayakumara
Daha (Kediri)
Jayawardhani Dyah Iswara
Wengker (Ponorogo)
Girisawardhana Dyah Suryawikrama
Tumapel (Singhasari)
Singawikramawardhana Dyah Suraprabawa
Wirabhumi (Blambanagan)
Wijayaparekraman Dyah Samarawijaya
Wirabhumi (Blambanagan)
Rajasawardhana Indudewi Dyah Pureswari
Jagaraga (Ngawi)
Wijayaindudewi Dyah Wijayaduhita
Kling (Timur Kediri)
Girindrawardhana Dyah Wijayakarana
Singapura
Rajasawardhanadewi Dyah Sripura
Kalinghapura
Kamalawarnadewi Dyah Sudayitra
Kembang Jenar
Rajanandeswari Dyah Sudarmini
Kabalan
Mahamahisi Dyah Sawitri
Pajang (dekat Solo)
Dyah Sura Iswari
Tanjungpura
Mangalawardhani Dyah Suragharini
(Sumber: H.M.Yamin,Tatanegara Majapahit Sapta-Parwa II, Jakarta: Prajnaparamita, 1960)
Keruntuhan Majapahit pada awal abad XVI memunculkan kerajaan baru yaitu Demak (1478-1546) dan Pajang (1546-1582). Kerajaan Demak yang dipimpin Sultan Trenggono berhasil menaklukkan wilayah-wilayah sampai ujung timur Jawa. Namun beliau tewas dalam usaha penaklukan tersebut. Kemelut politik yang terjadi setelah Sultan Trenggono wafat memunculkan tokoh baru yaitu Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya yang memindahkan pusat kerajaan ke daerah pedalaman di Pajang. Pada masa Pajang ini Jawa terbagi menjadi 5 provinsi yaitu :
(1) Pajang sebagai inti kerajaan.
(2) Pesisir Utara Jawa Tengah dan sebagian Pesisir Utara Jawa Timur.
(3) Pesisir Barat dari Cirebon sampai Banten.
(4) Mancanagara.
(5) Bang Wetan.
Namun sumber lain (de Graaf) ada yang menyebutkan bahwa pada masa Pajang terbagi menjadi delapan wilayah provinsi yang merdeka dan terpisah, yaitu :
Banten, Jayakarta, Cirebon, Prawata, Kalinyamat (Japara), Pajang, Kedu, dan Madura.
Pada masa Kerajaan Mataram (1575-1755) di bawah Sultan Agung, kerajaan-kerajaan di Jawa Timur berhasil ditaklukkan. Mulai dari Madiun (1590) hingga Blambangan (1635) wilayah Jawa Timur praktis dapat disatukan di bawah panji-panji Mataram. Untuk mempertahankan integrasi wilayahnya dilakukan ikatan perkawinan dengan keluarga kerajaan, misalnya Adipati Surabaya dengan adik Sultan, Ratu Pandansari.
Bahkan Sultan Agung melakukan perhelatan besar pada tahun 1936 dan 1941.Perhelatan atau Sidang Raya Kerajaan ini diselenggarakan bertepatan dengan upacara Gerebeg Maulud tanggal 14 Agustus 1636. Agenda sidang tersebut adalah :
1 Peresmian pemakaian kalender hijriah untuk menggantikan kalender Saka.
2. Dilakukan registrasi wilayah kerajaan dan penetapan struktur pemerintahan.
3. Penetapan wilayah administrasi pemerintahan di mana wilayah propinsi seperti Bang Wetan yang terdiri dari Mancanagara Wetan dan Pesisir Wetan dipimpin oleh wedhana bupati atau adhipati yang statusnya dapat dibandingkan dengan Gubernur karena posisinya berada di atas tingkatan bupati.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Mataram banyak melakukan perubahan-perubahan pada sistem pemerintahannya. Perubahan ini tidak luput dari situasi politik yang terjadi pada saat itu. Dari sudut konsentrisme yang diterapkan dalam sistem ketatanegaraan, wilayah Mataram dibedakan atas empat golongan, yaitu :
(1) Kuthagara atau Kutanegara (negara) yaitu keraton sebagai titik pusat dan tempat tinggal Raja.
(2) Bhumi Narawita (tempat para hamba raja), yaitu tempat tinggal para bangsawan kerajaan.
(3) Nagaragung, yaitu daerah di luar ibu kota di mana di daerah ini terdapat tanah jabatan dari para bangsawan yang bertempat tinggal di Bhumi Narawita.
(4) Mancanagara, yaitu daerah di luar nagaragung yang meliputi mancanagara wetan (mulai Ponorogo ke timur) mancanagara kulon (mulai Purworejo ke barat), pesisiran pantai utara yang terdiri atas pesisiran kulon (Demak ke barat) dan pesisiran wetan (Demak ke Timur).

ZAMAN VOC


Pelabuhan Perak Surabaya sudah ramai sejak masa VOC (illustrasi HJ van Heisen, KITLV)
Kedatangan VOC ke Pulau Jawa membawa pengaruh terhadap keruntuhan Kerajaan Mataram. Dari serangkaian perjanjian yang terjadi antara Raja Mataram dengan VOC, kemelut kekuasaan dalam keluarga kerajaan dan ketidaksetiaan di bawahnya, menjadikan Kerajaan Mataram berada, dalam kondisi yang semakin sulit.
Satu persatu wilayah kekuasaannya berhasil dikuasasi dan berada di bawah pengaruh VOC. Misalnyai pada tahun 1743 seluruh Pesisir Utara Jawa, bahkan wilayah Pesisir Wetan yang berhasil dikuasai dibentuk propinsi Java Oosthoek (Propinsi Pojok Timur Jawa). Bahkan sampai bergantinya kekuasaan VOC menjadi Hindia Belanda, daerah Pesisir Wetan disebut dengan Java Noord-Oostkost yang berpusat di Surabaya (1743-1808), sedang Pesisir Utara Jawa berpusat di Semarang.
Pada masa VOC untuk mengamati daerah pantai utara sampai timur Jawa ditugaskan kepada gubernur yang berpusat di Semarang. Di daerah yang dikuasainya, VOC juga menempatkan residen untuk wilayah karesidenan dan bupati untuk wilayah kabupaten.
Masa Hindia Belanda ( 1800-1942 )
Setelah keruntuhan VOC yang resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, kekuasaan diambil alih oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), Pulau Jawa terbagi menjadi sembilan propinsi yang dinamakan prefect. Bahkan sistem pemerintahan daerah yang dibangun pada masa VOC dirombak. Kekuasaan gubernur pantai utara-timur Jawa dibagi dalam sembilan prefektur yang dipimpin oleh seorang prefect. Kedudukan prefect sebagai residen dipegang oleh orang Belanda dan dibantu oleh asisten residen. Jawa sendiri dibagi dalam 30 kabupaten. Hak turun temurun bupati dihapuskan, penentuan hak atas tanah, hak mendapatkan pelayanan, tenaga kerja, dan hak pemungutan hasil pertanian dikurangi. Sebagai kompensasinya para bupati diberi kedudukan sebagai pegawai pemerintah yang digaji.
Pada masa Daendels, Jawa jatuh ke tangan Pemerintah Inggris. Thomas Stanford Rafles (1811-1816) diangkat sebagai Letnan Gubernur untuk mewakili Raja Muda Inggris, Lord Minto yang berkedudukan di India.
Pada masa pemerintahan Raffles, Jawa yang meliputi seluruh kawasan Pesisir Utara Jawa dibagi menjadi 16 (enam belas) provinsi : Banten, Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Jipang-Grobogan, Jepara, Rembang, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, dan Madura. Adapun untuk daerah pedalaman yang terdiri atas wilayah Vorstenlanden Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang meliputi Mancanagara Wetan dan Mancanagara Kilen.
Selanjutnya Jawa dibagi atas 17 wilayah karesidenan yang masing-masing wilayahnya dipimpin oleh seorang residen berkebangsaan Eropa. Setiap karesidenan dibagi atas kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati.
Dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari Bupati dibantu oleh seorang patih yang bertugas mengawasi kepala teritorial yang lebih rendah seperti wedana dan asisten wedana.
Dalam sistem kepegawaian pemerintahan pribumi terdapat mantri (orang yang melaksanakan tugas khusus), penghulu (orang yang bertugas dalam urusan keagamaan), dan jaksa (orang yang bertugas dalam urusan hukum dan pajak).
Pada tahun 1854 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Regeerings Reglement. Menurut salah satu pasalnya disebutkan bahwa bupati dipilih oleh Gubernur Jenderal dari kalangan pribumi.
Hal ini semakin memperkuat status dan kedudukan bupati. Kemudian dengan pemberlakuan Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch-Indie Jawa dibagi dalam daerah-daerah administratif yang disebut gewest.
Setiap gewest mencakup beberapa afdeeling (setingkat dengan kabupaten dan dipimpin oleh seorang asisten residen), district (setingkat dengan kawedanan dan dipimpin oleh seorang controleur), dan onderdistrict (setingkat dengan kecamatan dan dipimpin oleh aspirant controleur).
Pada awal abad XX, setelah banyak terjadi kritik terhadap pemerintahan Belanda di Hindia Belanda oleh tokoh-tokoh politik di Negeri Belanda, maka pada tahun 1903 dikeluarkan Wet Houdende Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch-Indie (undang-undang tentang Desentralisasi di Hindia Belanda) yang bertujuan untuk pembentukan daerah-daerah otonom di seluruh wilayah Hindia Belanda.
Pada prinsipnya undang-undang tersebut membuka kemungkinan pembentukan daerah otonomi dengan nama Locale Ressorten untuk menyelesaikan tugas-tugas lokal melalui dewan-dewan. Dengan demikian terbentuk Gewestelijke Raden (untuk daerah gewest/karesidenan), Plaatselijke Raden (untuk bagian dari daerah gewest/karesidenan, dan Gemeente Raden (untuk bagian daerah gewest yang berbentuk kota/kotapraja).
Undang-undang desentralisasi ternyata dirasa kurang memuaskan karena hanya sedikit uang yang diserahkan ke daerah. Akhirnya pada tahun 1922 dikeluarkanlah peraturan baru yang dikenal dengan nama Wet op de Bestuurhervorming.
Undang-undang ini menjadi dasar pembentukan provinsi, dewan provinsi (provinciaal raad), pengangkatan gubernur, dan pembentukan college van gedeputeerden (Dewan Pelaksana Pemerintahan Harian). Gubernur diangkat oleh gubernur jenderal, dan gubernur juga berkedudukan sebagai ketua provinciale raad dan college van gedeputeerden.
Sebagai tindak lanjut dari bestuurhervormingswet dibentuk Gewest Oost Java. Peraturan ini berlaku sejak 1 Juli 1928 dan berkedudukan di Surabaya. Diangkat sebagai gubernur van het Gewest Oost Java adalah W. Ch. Hardeman. Pengangkatan ini berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 6 Juni 1928 No. 32. Keputusan ini berlaku sejak 1 Juli 1928.
Pembentukan gewest dirasa kurang memenuhi harapan, selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda membentuk provinsi-provinsi di wilayah gewest. Pembentukan provinsi Jawa Timur diundangkan dalam Instelling van de Provincie Oost-Java. Undang-undang ini terdiri atas 25 pasal.
Dalam pasal 25 dinyatakan bahwa peraturan ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1929. Dalam pasal 1 dinyatakan bahwa wilayah Jawa Timur adalah sebuah provinsi dan dalam pasal 2 dinyatakan bahwa kedudukan pemerintahan Jawa Timur di Surabaya.
Tempat dan kekuasaannya meliputi:
(1) Surabaya, Mojokerto, Gresik, dan Bojonegoro;
(2) Madiun dan Ponorogo;
(3) Kediri dan Blitar;
(4) Pasuruan, Malang, dan Probolinggo;
(5) Bondowoso dan Jember; dan
(6) Madura Barat dan Madura Timur.
                                                 W. Ch. Hardeman
 
Sebagai gubernur pertama diangkat W. Ch. Hardeman atas dasar Gouvernementbesluit tanggal 17 Desember 1928 No. 1x. Keputusan ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 1929.
Masa Pendudukan Jepang
Setelah tentara Jepang merebut dan menguasai Hindia Belanda dibentuk pemerintahan militer yang bersifat sementara. Pemerintahan militer Jepang membagi wilayah bekas .
Hindia Belanda menjadi tiga wilayah yaitu :
(1) Angkatan darat (Tentara Keduapuluhlima) untuk Sumatera dan berkedudukan di Bukit Tinggi;
(2) Angkatan Darat (Tentara keenambelas) untuk Jawa dan Madura, berkedudukan di Jakarta;
(3) Angkatan Laut (Armada Selatan Kedua) untuk daerah yang meliputi Sulawesi, kalimantan, dan Maluku dan berkedudukan di Makasar.
Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan sementara ini berakhir dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 27 tentang Aturan Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 28 tentang Aturan Pemerintahan Syu dan Tokubetsyu Syi. Undang-undang ini merupakan pelaksanaan reorganisasi struktur pemerintahan. Menurut Undang-undang No. 27 seluruh Pulau Jawa dan Madura kecuali Surakarta dan Yogyakarta, dibagi atas Syu (Karesidenan), Syi (sama dengan daerah stadsgemeente/kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanaan/district), son (kecamatan/onderdistrict), dan ku (desa/kelurahan).
Dalam struktur pemerintahan pendudukan Jepang ditetapkan pemerintahan
daerah tertinggi adalah Syu. Pulau Jawa terbagi atas 17 Syu:
Yaitu Banten, Batavia, Bogor, Priangan, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Banyumas, Pati,Kedu, Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, Besuki, dan Madura.
Berdasarkan pembagian tersebut, di Jawa Timur terdapat tujuh karesidenan, yaitu Surabaya, Bojonegoro, Madiun, Kediri, Malang, Besuki, dan Madura. Hal ini tidak beda dengan pembagian karesidenan pada masa Hindia Belanda.Dengan demikian pembagian wilayah berdasarkan propinsi dihapuskan.Hal yang cukup menarik di sini adalah walaupun wilayah daerah kekuasaan Syu seluas daerah residensi pada masa Hindia Belanda, namun kekuasaannya sama dengan gubernur.
 Tentara Jepang memperingati UlangTahun Kaisar Hirohito di Surabaya, 1944 (sumber :KITLV)
Syucokan selaku penguasa Syu menjalankan pemerintahan umum, mengurus kepolisian, memerintah dan mengawasi Kenco, Syico, Keisatushoco (Kepala Kantor Besar Propinsi) dalam wilayah Syu.Selanjutnya berdasarkan Osamu Seirei No. 28 tahun 1942, dalam syu dibentuk suatu dewan yang dinamakan Cokanto atau Majelis Pembesar Syu. Dewan ini bukan DPRD melainkan dewan biasa yang bertugas memberi pertimbangan kepada Syucokan apabila diperlukan.
Meskipun provinsi-provinsi dan gubernur-gubernur dihapuskan, karesidenan (syu), kawedanaan (gun), dan kecamatan (son) tetap berada di bawah Departemen Urusan Dalam Negeri (Naimubu) di Jakarta yang pada gilirannya bertanggungjawab kepada Komando Tentara Keenambelas yang berkuasa.
Masa Kemerdekaan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidang, tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan:
(1) Membagi wilayah RI ke dalam delapan provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Masing-masing provinsi dikuasai oleh seorang gubernur;
(2) Setiap provinsi dibagi menjadi sejumlah karesidenan yang dikepalai oleh seorang residen;
(3) Dalam menjalankan tugasnya gubernur dan residen dibantu oleh Komite Nasional Daerah;
(4) Kedudukan pemerintah kota diteruskan seperti sekarang. (Berita Republik Indonesia, II/7, 15 Februari 1946, hlm. 48).
Berdasarkan Pengumuman Pemerintah yang dikeluarkan oleh Badan Penerangan tanggal 19 Agustus 1945 tentang pengangkatan menteri-menteri dan kepala daerah, R.M.T.A. Soerjo diangkat sebagai Gubernur Propinsi Jawa Timur. Namun demikian R.M.T.A. Soerjo baru menjalankan tugas pemerintahannya dan datang ke Surabaya tanggal 12 Oktober 1945.
Mengingat pada masa yang sama ia juga menjabat sebagai residen Bojonegoro.
Adapun jabatan residen di Jawa Timur yang diangkat selengkapnya adalah:
 (1) R.M.T.A Koesnindar (Madiun),
(2) R. Abd. Rahman Pratalikrama (Kediri),
(3) R.M.T.A. Soerjo (Bojonegoro),
(4) R. Soedirman (Surabaya),
(5) Mr. R.S. Boediarto Martoatmocjo (Besuki),
(6) R.A.A. Tjakraningrat (Madura),
(7) Mr. R.P. Singgih (Malang).
                                                                                                                                                                                                   Insiden Penyobekan Bendera di Surabaya, 1945
Keputusan lain yang juga ditetapkan PPKI pada saat itu adalah penggunaan :
Istilah yang seragam untuk daerah desentralisasi, yaitu kota untuk menggantikan , gemeente/stadsgemeente, dan istilah walikota untuk menggantikan burgemeester.
Kenginan Belanda yang mencoba berkuasa kembali di Indonesia diperkuat dengan membentuk pemerintahan Belanda di daerah yang berada di luar kekuasaan RI.
Untuk itu diangkat seorang pembesar Belanda dengan pangkat Regerings Commissaris voor Bestuursaangegenheden (Recomba) atau Komisaris Pemerintah untuk Urusan Pemerintahan yang bertanggungjawab kepada Luitenant-Gouverneur Generaal.
Di tengah konflik dengan Belanda yang mencoba menduduki kembali Republik Indonesia, Pemerintah RI mengeluarkan Undang-undang No. 22 tahun 1948 tentang Aturan-aturan Pokok Pemerintahan di daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Namun undang-undang ini tidak dapat dijalankan sepenuhnya akibat konflik politik di dalam tubuh RI sendiri dan dalam perjuangan melawan Belanda.
Setelah terjadi pengakuan kedaulatan terhadap RI oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar tahun 1949, mengakui tiga persetujuan pokok, yaitu :
(1) Dibentuknya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS);
(2) Penyerahan dari Pemerintah Belanda di Indonesia kepada pemerintah RIS;
(3) Pembentukan Uni antara RIS dan Kerajaan Belanda.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tersebut, maka sejak tanggal 27 Desember 1949 berdirilah RIS yang terdiri dari tujuh negara bagian, yaitu:
Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera .
Selatan, dan Negara Jawa Timur. Sementara kesembilan satuan Kenegaraan meliputi Dayak Besar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau, Banjar, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah.
Dalam perkembangannya keinginan rakyat Jawa Timur agar Negara Jawa Timur dan Negara Madura dibubarkan dan dikembalikan kepada RI besar sekali. Desakan itu diwujudkan dalam banyak bentuk mosi dan resolusi agar negara bagian itu dibubarkan. Berdasarkan desakan rakyat, Pemerintah Negara Jawa Timur menyerahkan penyelenggaraan tugas pemerintahannya kepada Pemerintah RIS.
Dengan Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1950, RIS menetapkan bahwa tugas itu diselenggarakan oleh Komisaris Pemerintah yang diangkat oleh Presiden RIS. Kemudian untuk memungkinkan pembubaran negara bagian, maka ditetapkan Undang-undang Darurat No. 11 tahun 1950 tentang Tata cara perubahan susunan kenegaraan dari wilayah RIS.
Dibubarkan oleh Presiden RIS dan wilayahnya digabungkan dengan Negara RI. Setelah berkonsultasi dengan Pemerintah RI dan RIS, akhirnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 109 tahun 1950 Negara Jawa Timur dibubarkan dan Keputusan Presiden No. 110 tahun 1950 Negara Madura dibubarkan.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut, melalui Undang-undang No. 2 tahun 1950, tanggal 3 Maret 1950 dan diundangkan tanggal 4 Maret 1950 dibentuk Provinsi Jawa Timur. Undang-undang ini diberlakukan melalui Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950. Dalam undang-undang ini cakupan wilayah Provinsi Jawa Timur tidak berubah, yaitu meliputi tujuh karesidenan. Akan tetapi pemerintah daerah karesidenan dihapus dan DPRD karesidenan dibubarkan. Sementara pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur tetap berkedudukan di Surabaya.
Penelusuran Hari jadi Provinsi Jawa Timur
Penelusuran hari jadi provinsi Jawa Timur bermula dari ide Gubernur Jawa Timur, H. Imam Utomo S. Dalam beberapa kesempatan gubernur menyampaikan perlunya diketemukan hari jadi provinsi, mengingat beberapa provinsi lain sudah memiliki hari jadi, tidak terkecuali Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Lebih-lebih Jawa Timur merupakan provinsi yang besar dan sangat strategis di wilayah Republik Indonesia.
 
Gagasan ini mendapat respon positif dan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan diberikan karena penelusuran dan penetapan hari jadi tidak semata-mata hanya untuk mengetahui kepastian kapan Provinsi Jawa Timur lahir. Namun lebih dari itu hasil penelusuran informasi hari jadi dapat menjadi tambahan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat pada awal berdirinya provinsi Jawa Timur. Dengan harapan penentuan hari jadi dapat menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan daerah, baik bagi masyarakat maupun pemerintah provinsi Jawa Timur, sehingga mampu mendorong dan memotivasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan di daerahnya.
Menindaklanjuti gagasan gubernur tersebut, dilakukan berbagai langkah kegiatan :
Rapat-rapat Persiapan
Langkah awal ditandai dengan rapat koordinasi antar instansi tanggal 18 Agustus 2004. Rekomendasinya adalah perlu dilakukan pengumpulan sumber (data/informasi) tentang pembentukan Provinsi Jawa Timur. Untuk keperluan tersebut Badan Arsip Provinsi ditugaskan untuk melakukan penelusuran informasi dari sumber-sumber yang tersedia di Badan Arsip. Temuan penelusuran oleh Badan Arsip dilaporkan kepada Gubernur Jawa Timur melalui surat nomor : 120 / 1825 / 208.1 / 2004 tanggal 26 Agustus 2004.
Dalam laporannya Badan Arsip menyampaikan beberapa temuan dari sumber yang berasal dari Lembaran Negara (Staatsblad), Lembaran Propinsi/Daerah (Provinciaal Blad), Surat Keputusan (Besluit) Gubernur Jendral Hindia Belanda dan Surat-surat Gubernur kurun waktu 1927-1929. Temuan informasi :
a). Surat Keputusan (Besluit) Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 19 Desember 1927 Nomor 2x, tentang Pendirian Wilayah dan Pemerintah Administrasi Jawa Timur (Gewest Oost-Java).
Besluit ini berlaku sejak Juli 1928 dengan wilayah kekuasaan Pemerintah Gewest Oost-Java meliputi enam daerah kekuasaan yang diimpin seorang Residen, yaitu :
1). Surabaya meliputi Surabaya, Gresik, Mojokerto dan Bojonegoro;
2). Madiun meliputi Madiun dan Ponorogo;
3). Kediri meliputi Kediri dan Blitar;
4). Pasuruan meliputi Pasuruan, Malang, Probolinggo;
5). Bondowoso meliputi Bondowoso dan Jember;
6). Madura meliputi Madura Barat (West Madoera) dan
Madura Timur (Oost Madoera).
b) Berdasarkan Surat Keputusan (Besluit) Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 6 Juni 1928 nomor 32, tentang pengangkatan M.Ch. Handerman (ter beschikking Resident Surabaya) sebagai Gubernur Van Het Gewest Oost-Java. Pengangkatan ini baru beraku sejak 1 Juli 1928.
C) Surat Keputusan (Besluit) Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 9 Agustus 1928 nomor : 1x, tentang Pendirian Provinsi Jawa Timur.
Menurut Besluit ini pendirian provinsi berlaku sejak tanggal 1 Januari 1929. Sedangkan Wilayah Provinsi meliputi Wilayah Administrasi Jawa Timur (Gewest Oost Java) yang berkedudukan Pemerintah Provinsi di Surabaya. Disamping itu Besluit ini juga memuat penetapan anggota Dewan sebanyak 5 orang asing (Cina).
Sedangkan wilayah kekuasaan terdiri dari enam daerah kekuasan yaitu :
1). Surabaya meliputi Surabaya, Gresik, Mojokerto dan Bojonegoro;
2). Madiun meliputi Madiun dan Ponorogo;
3). Kediri meliputi Kediri dan Blitar;
4). Pasuruan meliputi Pasuruan, Malang, Probolinggo;
5). Bondowoso meliputi Bondowoso dan Jember;
6). Madura meliputi Madura Barat (West Madoera) dan Madura Timur (Oost Madoera).
d) Besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 17 Desember 1928 nomor 1x, menetapkan Gubernur Gewest Oost Java W.Ch. Handerman, sebagai Gubernur Provinsi Jawa Timur. Besluit ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1929.
Sebagai kelengkapan Pemerintahan Provinsi sejak tanggal 1 Januari 1929 oleh Gubernur Jawa Timur dibentuk Dewan Provinsi yang diketahui oleh Gubernur.
Susunan keanggotaan Dewan berjumlah 65 orang, terdiri : dari 30 orang Belanda, 30 orang Pribumi, 5 orang asing (Cina), dengan formasi : 18 orang Belanda (dipilih), 21 orang pribumi (dipilih), 3 orang Cina (dipilih), 12 orang Belanda (diangkat), 8 orang pribumi (diangkat), 1 orang Cina (diangkat), 1 kosong (tidak terisi).
(Provinciaal Blad : 1929) Untuk memberikan gambaran momen historis yang lebih luas, Badan Arsip melalui surat nomor : 120/1915/208.1/2004 tanggal 7 September 2004 memberikan tambahan informasi tentang pembentukan Provinsi Jawa Timur pasca Proklamasi Kemerdekaan RI. Informasi tambahan .
. Undang-undang nomor 2 tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Djawa Timur, tanggal 3 Maret 1950 oleh Pemangku Jabatan Sementara Presiden Republik Indonesia Assaat, Menteri Dalam Negeri Soesanto Tirtoprodjo dan diundangkan pada tanggal 4 Maret 1950.
. Lembaran Negara Republik Indonesia Nr. 59 tahun 1950, memuat peraturan pemerintah Nr. 21 tahun 1950 tentang pembentukan Daerah Provinsi yang ditetapkan tanggal 14 Agustus 1950 oleh Presiden Soekarno, Perdana Menteri Mohamad Hatta dan Menteri Dalam Negeri IDC Anak Agung Gde Agung yang diumumkan di Jakarta tanggal 6 Agustus 1950 oleh Menteri Kehakiman Soepomo.
Kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara formal diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara bertahap meliputi :
1) Kewenangan bidang Pertanian ( PP Nomor 35 tahun 1951 )
2) Kewenangan bidang Kehewanan ( PP Nomor 36 tahun 1951 )
3) Kewenangan bidang Perikanan Darat ( PP Nomor 37 tahun 1951 )
4) Kewenangan bidang Pekerjaan Umum ( PP Nomor 18 tahun 1953)
Temuan informasi inilah yang kemudian sebagai titik tolak penelusuran hari jadi secara lebih intensif dan meluas.
Pembentukan Tim
Sebagai langkah konkrit dalam menemukan hari jadi, maka oleh Gubernur dibentuk Tim Penelusuran dan Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur melalui Keputusan Gubernur Nomor : 188/238/KPTS/013/2004 tanggal 15 Oktober 2004.
Tim beranggotakan kepala satuan kerja terkait dilingkungan Pemeritah Provinsi Jawa Timur dan Pakar Ilmu Sejarah dari beberapa Perguruan Tinggi di Jawa Timur, dengan susunan sebagai berikut :
Pelindung, Gubernur dan Wakil Gubernur; Penanggung jawab, Sekretaris Daerah; Ketua I, Asisten tata Praja; Ketua II, Asisten Administrasi dan Umum; Ketua III, Kepala Bakesbang, Sekretaris, Kepala Biro Pemerintahan dan Otoda ; Wakil Sekretaris, Kabag Pengembangan Otoda, Biro Pemerintahan ; Sedangkan anggota tim adalah :
Kepala Badan Arsip, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan, Kepala Badan Penelitian dan pengembangan, Kepala Badan Perpustakaan , Kepala Dinas P dan K, Kepala Dinas Infokom, Kepala Dinas Pariwisata, Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Mental Spiritual, Kepala Biro Perlengkapan dan Administrasi Asset, Kepala Biro Kesra, Kepala Biro Umum, Kasubag.
Keuangan Biro Pemerintahan dan Otoda, Kasubag. Monitoring dan Evaluasi Biro Pemerintahan dan Otoda, dan empat pakar/akademisi :
Prof. Dr. Aminudin Kasdi, Prof. Dr. Habib Mustofa, Prof. Dr. Soenarko Setiohamodjo, MPA, Drs.Arisapto, Msi.
Untuk efisiensi dan efektifitas tugas, oleh Tim dibentuk Sekretariat Tim dan Kelompok Kerja Penelusuran dan Penetapan hari jadi Provinsi Jawa Timur melalui Keputusan Penanggung Jawab Tim Penelusuran dan Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur Nomor : 118/99/011/2004 tanggal 22 Nopember 2004.
Dengan tersusunnya Sekretariat Tim dan pokja maka disusun Rencana kerja sebagai berikut :
1. Pengumpulan data atau informasi dari berbagai sumber / studi banding.
2. Pelaksanaan seminar / ekspos hasil penelitian sebagai pemantapan.
3. Analisis data dan informasi penyusunan buku sejarah berdirinya provinsi Jawa Timur
4. Penyusunan / pembahasan rancangan peraturan daerah tentang penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Proses Penelusuran
Sesuai rencana kerja, maka pada pertengahan bulan Oktober 2004 Tim menyelenggarakan rapat untuk membahas dua agenda yaitu mengenai usulan-usulan dan sumber (data/informasi) awal tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur yang berhasil dihimpun, serta titik tolak penelitian penelusuran hari jadi.
Perdebatan mulai muncul dalam menentukan titik tolak penelitian.
Jika mengacu pada data/informasi awal yang bersumber dari dokumen masa Pemerintah Hindia Belanda, maka hanya mempertimbangkan aspek administrasi pemerintahan saja. Namun apabila hanya bertolak dari berdirinya Pemerintah Republik Indonesia, maka yang menjadi pijakan adalah Undang-undang Nomor 2 tahun 1950 tentang pembentukan Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian dari sumber yang terhimpun serta penelitiannya hanya di fokuskan pada masa Hindia Belanda dan Pasca Kemerdekaan.
Untuk memperluas cakupan perlu dilakukan penelitian, mengingat sejak jaman kerajaanpun sudah ada sistem pemerintahan untuk melaksanakan fungsi pengaturan, pelayanan dan perlindungan masyarakat.
Bahkan sistem pemerintahan jaman kerajaan Jawa Timur telah memiliki daerah kekuasaan hampir sama dengan wilayah Provinsi sekarang, yaitu mulai dari Pacitan sampai dengan Tuban, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah sampai dengan ujung timur Pulai Jawa (Banyuwangi) dan Pulau Madura beserta pulau-pulau besar dan kecil yang masuk wilayah Sumenep.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka disepakati bahwa :
A ) Titik tolak penelitian, penelusuran, penetapan hari jadi provinsi Jawa Timur adalah adanya wilayah dan adanya pemerintahan di Jawa Timur serta tidak hanya terpaku pada istilah Provinsi.
b) Perlu segera disusun kerangka ilmiah dalam bentuk proposal penelitan penelusuran.
Dengan dua kesepakatan tersebut, maka sasaran penelusuran dan penelitian hari jadi akhirtnya diarahkan pada masa kerajaan, masa pemerintahan Hindia Belanda dan masa pasca Kemerdekaan RI.
Sebagai tindak lanjut Tim berhasil merumuskan Proposal Penelitian, Penelusuran dan Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur, dengan isi proposal sebagai berikut :
1. Tujuan penelitian penelusuran hari jadi propinsi Jawa Timur adalah:
a. Mengungkapkan proses terbentuknya wilayah Jawa Tmur hingga menjadi suatu kesatuan wilayah dengan status pemerintahan pada tingkat provinsi, baik tatkala wilayah Jawa Timur sebelum jatuh ke tangan Belanda maupun sesudahnya.
b. Mengungkapkan perkembangan struktur pemerintahan di Jawa Timur baik dari zaman sebelum jatuh kekuasaan pemerintah Hindia Belanda maupun sesudahnya .
c. Menemukan waktu yang tepat terbentuknya (hari jadi) wilayah Jawa Timur.
d. Menemukan waktu yang tepat terbentuknya (hari jadi) pemerintah atau pemerintahan yang setingkat di Jawa Timur.
2. Metode Penelitian :
Metode penelitian untuk menentukan hari jadi adalah dengan metode sejarah. Untuk itu perlu dipahami beberapa karakteristik sejarah sebagai salah satu cabang ilmu, yaitu :
A) Suatu peristiwa sejarah bersifat unik (einmelig) hanya sekali terjadi;
B.) Obyek/sasaran yang diteliti bukanlah peristiwanya sendiri, melainkan peninggalan, catatan, bekas, ingatan disebut sebagai sumber sejarah;
C) Merupakan cabang ilmu yang bersifat idiografis dan diakronim;
D) Metodenya bersifat khusus, berbeda dengan disiplin ilmu yang bersifat sinkronik dan nomotik.
3. Kriteria Penetapan Suatu Hari Jadi dan Visi
Norma-norma yang menjadi kriteria pokok dalam penentuan hari jadi suatu daerah sebagai berikut :
a. Dicari pada periode dan sumber sejarah setua mungkin
b. Pernah terjadi suatu peristiwa penting yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan suatu daerah.
c. Mampu menumbuhkan rasa bangga (pride) masyarakat yang bersangkutan.
d. Memiliki arti dan cirri khas dan menjadi identitas daerah yang bersangkutan.
e. Bersifat Indonesia sentries, dan bukan Belanda sentries (Neerlando centris).
Adapun implemetasi penulisannya (historiografi) didasarkan pada sudut pandang (visi ) perjuangan bangsa Indonesia yaitu bersifat Indonesia sentries atau berpusat kepada kepentingan bangsa Indonesia.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data/informasi dilakukan oleh Tim Pokja Penelusuran dan Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang berjumlah 15 orang dipimpin langsung Asisten Tata Praja. Pengumpulan data diawali study banding ke beberapa propinsi yang mempunyai hari jadi provinsi yaitu :
1. Kunjungan pertama ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Semarang tanggal 25 Januari 2005. Melalui kuisioner yang diajukan tim ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diperoleh jawaban bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah didasarkan pada aspek yuridis formal, yaitu tanggal 31 Agustus 1950 saat ditetapkannya Undang-
undang tentang pembentukan Provinsi Jawa Tengah.
2. Kunjungan kedua dilakukan di Pemerintah DKI Jakarta tanggal 27 Januari 2005. Dalam kunjungan ini Tim Pokja berusaha menggali informasi tentang bagaimana cara Pemda DKI mendapatkan sumber data/informasi, landasan hukum penetapan hari jadi, argumentasi yang menjadi dasar penetapannya.
Diperoleh penjelasan bahwa penentuan hari jadi DKI Jakarta tanggal 22 Juni 1527 didasarkan pada peristiwa kemenangan Panglima Perang Kesultanan Demak, Fatahillah mengusir tentara Portugis dari Sunda Kelapa.
Kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti " Kota kemenangan". " Penetapan hari jadi ini didasarkan Ketetapan DPRGR Kota Praja Jakarta Nomor 6/DR/1956."
3. Kunjungan ke Arsip Nasional RI tanggal 28 Januari 2005. Dalam kunjungan ini Tim Pokja berusaha menggali koleksi arsip tentang Provinsi Jawa Timur yang disimpan di ANRI. Melalui jawaban kuesioner yang diterima dari Arsip Nasional RI diperoleh informasi:

                




     Kepala Badan Arsip M. Hakim beserta tim melakukan penelitian
di Depo Penyimpanan Arsip ANRI Jakarta, 28 Januari 2005 (foto : Dinfokom)
a) Arsip Nasional RI tidak menyimpan arsip-arsip masa kerajaan di Jawa Timur dan hanya menyimpan arsip darimasa VOC (abad XVII - XVIII) dan masa pemerintahan Hindia Belanda abad XIX - XX. Sedangkan arsip periode sesudah kemerdekaan meski ada jumlahnya sangat kecil. Khasanah arsip sesudah tahun 1945 umumnya berasal dari Departemen-departemen Pemerintah Pusat.
b) Khusus untuk periode Hindia Belanda ada khasanah arsip yang berasal dari kantor- kantor residen di seluruhkawasan. Khususnya untuk wilayah Jawa Timur ada koleksi arsip dari Banyuwangi, Besuki, Kediri,Madiun, Madura, Pacitan, Pasuruan, Probolinggo, Surabaya.Periode koleksi arsip daerah tersebut umumnya dari pertengahan abad ke-18 dan awal ke-20.
Disamping itu, Tim Pokja juga melakukan pengumpulan sumber informasi di beberapa perpustakaan di Yogyakarta, Surakarta dan Jakarta. Tujuannya adalah untuk mendapatkan referensi selengkap mungkin. Di Yogyakarta penelitian dilakukan di Perpustakaan Sono Budoyo Yogyakarta,Perpustakaan Tepas Kapujanggan Kraton, Perpustakaan Wilayah, Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada dan Perpustakaan Arkeologi dan Budaya Universitas Gajah Mada.
Di Surakarta penelusuran diarahkan ke Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran dan Perpustakaan Radyo Pustoko Kasunanan Surakarta. Sementara itu selain di ANRI, pelacakan sumber di Jakarta dilakukan ke Perpustakaan Nasional, Pusat Arkeologi Nasional dan Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Akhir penelusuran sumber literatur kuno maupun modern di tiga tempat ini disusun Laporan Pendahuluan Kegiatan Penelusuran dan Penetapan hari jadi beserta rekomendasinya. Hasil Rekomendasi bertitik tolak dari adanya wilayah dan pemerintahan Jawa Timur, baik pada jaman kerajaan, pemerintahan Hindia Belanda dan Pasca Kemerdekaan.
Berdasarkan penelitian tersebut, moment-moment penting yang memenuhi kriteria sejarah dan dapat dijadikan sebagai alternatif hari jadi Propinsi Jawa Timur adalah :
zaman Singhasari, zaman Majapahit, zaman Mataram, zaman Hindia Belanda dan zaman Pasca Kemerdekaan. Menurut tim ada delapan alternatif waktu yang representatif untuk dijadikan sebagai hari jadi.
Namun demikian dari delapan alternatif tersebut masing-masing periode mempunyai kekuatan dan kelemahan yang dapat dijadikan pertimbangan gubernur dalam memilih salah satu alternatif penentuan hari jadi, sekaligus untuk penyempurnaan penelitian.
Laporan pendahuluan ini kemudian dipaparkan di hadapan Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Agustus 2005. Berdasarkan laporan awal tersebut Gubernur memerintahkan agar diseminarkan. Tujuannya adalah untuk publikasi dan berbagi informasi dengan para pakar, akademisi, praktisi dan elemen masyarakat.
4. Kunjungan Ke Negeri Belanda
Kunjungan ini dilakukan untuk menyempurnakan informasi tentang perkembangan institusi dan pembentukan wilayah Jawa Timur pada masa Sultan Agung dan Masa Hindia Belanda. Sasarannya adalah naskah-naskah dan arsip-arsip Indonesia yang tersimpan di negeri Belanda, seperti Babad Sangkalaning Momana, Undang-undang Mataram, serta Serat Pranatan Zaman Kartasura yang memuat laporan mengenai masalah Mataram oleh Belanda.
Penelusuran sumber ke Negeri Belanda dilakukan oleh 7 (tujuh) orang anggota tim, 2 (dua) orang pakar sejarah, Prof. Dr. Aminuddin Kasdi dari Universitas Negeri Surabaya dan Drs. Arisapto, Msi. dari Universitas Negeri Malang; 5 (lima ) orang anggota Tim lainnya adalah :
Drs. Chusnul Ariefien Damuri, MM, Msi., Asisten Tata Praja, H. Sabron Djamil Pasaribu, SH., MHum, Ketua Komisi A DPRD Propinsi, H.M. Hakim, SH.MM., Kepala Badan Arsip, Gathot Hendro P, SH.MHum., Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi dan Drs. Faried Haryanto, Kepala Bagian Pengembangan Otonomi Daerah.
Kunjungan ke Belanda dilaksanakan tanggal 17 - 23 Nopember 2005 dengan tujuan Koninklijk tot de Taallanden Volkenkunde (KITLV) di Leiden, tanggal 21 Nopember 2005; Bibliothiek (RUL) Rijk Universiteit te Leiden di Leiden, tanggal 21 Nopember 2005; Tropical Museum di Amsterdam tanggal 21 Nopember 2005 dan Algemeenne Rijk Archief (ARA) di Den Haag, tanggal 22 Nopember 2005.
D. Ekspose Hasil Penelitian
Ekspose diselenggarakan untuk mendapatkan masukan, tanggapan dan pendapat dari berbagai komponen masyarakat. Ekspose dilakukan dengan menggelar seminar baik terhadap proposal maupun perkembangan hasil penelitian.
                                                                                                                                  




  Tim saat penelitian di KITLV Leiden, 21 Nopember 2005
           




 Tim saat penelitian di National Archieves of f Nederlansch, Den Haag, 21 Nopember 2005
1. Seminar Proposal Penelitian
Seminar proposal penelitian diselenggarakan untuk memperoleh masukan-masukan kalangan akademisi dan masyarakat sejarah Indonesia, serta memantapkan kerangka kerja proposal penelitian hari jadi Propinsi Jawa Timur yang disusun oleh Tim Peneliti.
Seminar dilaksanakan Kamis, tanggal 17 Pebruari 2005, dimulai pukul 09.00 hingga 13.00 WIB, bertempat di ruang Rapat Kadiri Kantor Gubernur Jawa Timur, Jalan Pahlawan 110 Surabaya.
Ditugaskan sebagai penyaji adalah Prof. Dr. Aminudin Kasdi dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Prof. Dr. Soenarko Setiohamodjo, MPA dari Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya (UNTAG), Prof. Dr. Habib Mustofa dari Universitas Negeri Malang (UNM), Drs. Arisapto, MSi dari Universitas Negeri Malang (UNM).
Sementara itu bertindak sebagai moderator Asisten Tata Praja. Seminar ini dihadiri oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat, Anggota tim penelusuran dan penetapan hari jadi, Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNESA, Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Sastra UNAIR, Ketua Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya dan Ketua/Pengurus Masyarakat Sejarah Indonesia Jawa Timur.
Melalui seminar ini berhasil disepakati :
A. Norma dan kriteria dasar penetapan hari jadi yaitu :
1) Dicari pada periode dan sumber sejarah setua mungkin;
2) Merupakan peristiwa penting yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan suatu daerah;
3) Mampu menumbuhkan rasa bangga (pride) masyarakat yang bersangkutan;
4) Memiliki arti dan ciri khas dan menjadi identitas daerah yang bersangkutan;
5) Bersifat Indonesia sentries, dan bukan Belanda sentries (Neerlando centris)
B. Penelitian/kajian hari jadi bertolak dari adanya wilayah dan Pemerintahan
di Jawa Timur. Pencarian hari jadi diarahkan pada suatu peristiwa penting di daerah yang dapat menjadi ciri khas dan kebanggaan. Momen penting yang layak dijadikan ukuran misalnya adalah saat Pelantikan Raja, saat kemenangan perang atau saat dikeluarkannya maklumat/sumpah, dan sebagainya.
C. Bulan Agustus 2005 sudah dapat diketemukan alternatif pilihan hari jadi.
Ekspose kedua dilaksanakan di rumah dinas Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Agustus 2005. Dalam ekspose kedua ini Gubernur menginstruksikan kembali agar hasil-hasil penelitian diseminarkan untuk publikasi awal dan sharing penggalian sumber data/informasi dengan para pakar, akademisi, praktisi, dan segenap elemen masyarakat lain.
Berdasarkan instruksi tersebut, pada tanggal 18 Agustus 2005 tim menyelenggarakan rapat untuk menyempurnakan materi seminar. Rapat dilanjutankan tanggal 24 Agustus 2005, dipimpin Kepala Badan Arsip, bertempat di Ruang Rapat Asisten Tata Praja. Dalam rapat tersebut disepakati antara lain :
1.Penyempurnaan materi alternatif penetapan hari jadi dari 12 menjadi 8 alternatif.
2.Menunjuk Dr. Priyatmoko, UNAIR, Dr. Agus Aris Munandar, UI dan Drs.Sumarno, M.Si sebagai pembahas.
3.Pilih Ruang Bhina Loka Adhikara, Kantor Gubernur Jawa Timur , tanggal 14 September 2005 sebagai tempat dan waktu seminar.
4.Unjuk Prof. Dr. Aminudin Kasdi, untuk menyampaikan materi pendahuluansampai dengan masa Mataram.Drs. Arisapto M.Si, menyampaikan materi jaman Singhasari sampai dengan masa Kemerdekaan, dan Prof. Dr. Soenarko Setyohamodjo, sebagai penyaji pemilihan 8 alternatif hari jadi beserta kekuatan dan kelemahannya.
Sesuai rencana seminar diselenggarakan hari Rabu, 14 September 2005, di ruang Bina Loka Adhikara Kantor Gubernur Jawa Timur. Seminar dimulai pukul 09.00 hingga 13.00. Tampil sebagai penyaji dan pembahas adalah :
Prof. Dr. Aminudin Kasdi, Drs. Arisapto, MSi , Prof. Dr. Soenarko Setiohamodjo, MPA, Dr. Priatmoko, Dr. Agus Aris Munandar dan Suwandi.
Seminar yang dibuka Asisten Tata Praja, dimoderatori oleh Kepala Badan Arsip, H. M. Hakim, SH. MM. Seminar dihadiri oleh berbagai komponen, seperti Anggota DPRD Provinsi, para Kepala Dinas / Badan / Kantor / Biro Pemerintah Provinsi, kalangan akademisi, wakil dari Kabupaten/Kota, Masyarakat Sejarawan Indonesia dan tokoh masyarakat.
Seminar ini merekomendasikan 4(Empat)alternatif hari jadi, yaitu:
1.Tanggal 28 Desember 1255, masa Kerajaan Singhasari. Alasannya karena tanggal tersebut merupakan periode tertua sekaligus memenuhi kriteria pembentukan struktur pemerintahan dan kewilayahan yang secara substansial dapat disejajarkan dengan provinsi.
2.Tanggal 14 Agustus 1636, masa Kerajaan Mataram, alasannya karena seluruh wilayah Jawa Timur menjadi bagian dari Kerajaan Mataram yang berkedudukan sebagai Pemerintah Pusat.
Pada masa ini juga ada istilah " Bang Wetan " yang dapat disejajarkan dengan istilah Provinsi.
3. Tanggal 1 Januari 1929, masa Hindia Belanda. Alasannya karena penetapan status Gewest Oost Java menjadi provinsi, dan diangkatnya W. Ch. Handerman sebagai Gubernur Jawa Timur.
4. Tanggal 19 Agustus 1945. Alasannya tanggal tersebut memiliki semangat heroisme dan mencerminkan jiwa, visi, dan gelora perjuangan, serta memenuhi syarat-syarat sebagai provinsi dalam sistem ketatanegaraan modern.
Dalam perkembangannya, setelah melalui kajian yang mendalam, alternatif pertama,alternatif kedua, dan alternatif ketiga, dinilai memiliki banyak kelemahan.Menurut tim kelemahan zaman Singhasari tanggal 28 Desember 1255 adalah sebagai berikut:
a. Kriteria pemerintahan Provinsi dalam sistem ketatanegaraan dan perundang- undangan modern tidak terpenuhi, seperti landasan hukum yang pasti, daerah- daerah yang menjadi tanggung jawabpengawasannya, sistem yang menggerakkan hubungan antar unsur dalam hirarki pemerintahan dan adanya lembaga sebagai badan pengawasan dan pertimbangan.
b. Pusat kerajaan Singosari dan wilayah-wilayah provinsinya terdapat dalam wilayah Jawa Tirmur sekarang. Bagi pendekatan " kekinian " hal ini dapat menimbulkan regio-centrisme.
c. Tanggal yang diambil dari prasasti tidak secara langsung / eksplisit menyebutkan hari lahir pemerintahan setingkat provinsi. anggal 28 Desember 1255 merupakan penanggalan dikeluarkannya Prasasti Mula Manurung.
d. Berkaitan dengan poin b nama Provinsi Jawa Timur tidak disebut secara eksplisit. Nama-nama negara / provinsi yang tercantum dalam prasasti merupakan kabupaten - kabupaten dalam wilayah Provinsi Jawa Timur sekarang.
e. Kurang mencerminkan berbagai aspek kehidupan masyarakat di Jawa Timur.
Sedangkan kelemahan Zaman Kerajaan Mataram, tanggal 14 Agustus 1636 adalah:
a) Sebagian besar masuknya daerah-daerah di Jawa Timur dalam kekuasaan Kerajaan Mataram dilakukan dengan cara kekerasan/penaklukan. Hal ini kurang mendukung semangat integrasi untuk masa sekarang dan akan datang.
b) Secara eksplisit tanggal 14 Agustus 1636 bukan sebagai tanggal berdirinya daerah"Bang Wetan", tetapi merupakan momentum dilaksanakan Seba, dimana penguasa daerah wajib hadir di pusat kerajaan. Dengan demikian seba hanya merupakan media inventarisasi daerah-daerah kekuasaan sekaligus tanda loyalitas
penguasa daerah.
c) Wilayah Bang Wetan terdiri dari Mancanegara Wetan dan Pesisiran Wetan. Kepala wilayah Mancaneraga Wetan dan Pesisiran Wetan dapat diketahui, tetapi kesulitan menemukan seorang tokoh yang diangkat sebagai penguasa Bang Wetan.
Sementara itu, kelemahan Zaman Hindia Belanda, tanggal 1 Januari 1929 adalah:
a) Hari jadi yang berdasarkan zaman Kolonial Belanda bertentangan dengan pandangan Indonesia sentris yang menempatkan peran penting bangsa Indonesia dalam dinamika sejarah bangsa dan perkembangannya.
b) Pembentukan provinsi dilakukan berdasarkan visi Neerlando-centrisme dan dimaksudkan untuk kepentingan eksploitasi penjajah Belanda, bukan bagi kepentingan bangsa Indonesia dijajah.
c) Dilihat dari segi karakteristik atau identitas daerah, kurang memberikan kekuatan, sebab tidak banyak menampilkan ciri khas daerah.
Berdasarkan pertimbangan tiga kelemahan periode di atas, maka Tim sepakat mengusulkan
tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Argumentasi yang mendasari usulan ini adalah:
a. Pembentukan provinsi-provinsi di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus1945 mencerminkan jiwa, visi dan gelora perjuangan untuk kepentingan bangsa Indonesia, oleh dan dari bangsa Indonesia. Dengan demikian tanggal 19 Agustus 1945 mempunyai spirit proklamasi kemerdekaan.
b. Merupakan amanat UUD 1945 terutama pasal 8 dan penjelasannya.
c. Mempunyai spirit integrasi dan kebersamaan antar daerah di Jawa Timur. Hal ini didukung dengan adanya peristiwa perayaan hari jadi Provinsi Jawa Timur yang bersamaan dengan peringatan kemerdekaan negara RI yang sudah membudaya.
d. Dapat menimbulkan komitmen penduduk di seluruh wilayah Jawa Timur agar merasa sebagai bagian masyarakat provinsi ini.
e. Memenuhi syarat-syarat kriteria sebuah provinsi dalam pengertian ketatanegaraan modern,seperti : berlandaskan dasar hukum yang pasti (Ketetapan PPKI), adanya orang yang diserahi sebagai pemimpin wilayah (Gubernur R.M.T.A. Soerjo), daerah-daerah yang menjadi tanggung jawab pengawasannya (kabupaten dan kota), sistem yang menggerakkan hubungan antar unsur dalam hirarkhi pemerintahan, dan adanya lembaga sebagai badan pengawas dan pertimbangan (KNID).
f. Tanggal pendirian jelas dan mempunyai akurasi yang tinggi.
g. Sesuai dengan visi Indonesia sentris, sehingga dinamika masyarakat Jawa Timur di sekitar upaya meraih dan mempertahankan kemerdekaan terwadahi didalamnya.
h.Penggantian sejumlah istilah yang berkaitan dengan pemerintah daerah merupakan upaya menemukan kembali jati diri bangsa.
i. Dari aspek wilayah, baik geografis dan administratis tidak mengalami perubahan,artinya seperti wilayah Provinsi Jawa Timur yang sekarang. :
1. Peringatan hari jadi Provinsi Jawa Timur diselenggarakan bersamaan dengan peringatan kemerdekaan Negara RI, yang biasanya juga dilaksanakan di semua daerah.
2. Dalam peristiwa pameran dalam rangka peringatan hari kemerdekaan negara RI dan hari jadi Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat menggalakkan/mengoptimakan potensi-potensi ekonomi daerah, seperti produk-produk dari daerah-daerah di Jawa Timur.
3. Untuk mengisi peristiwa tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat lebih memberdayakan produktivitas seni kerajinan, seni tari, seni busana, seni musik dan lain-lain.
Meskipun demikian, menurut tim masih terdapat dua kelemahan.
Pertama, proses pembentukan struktur pemerintahan dan kewilayahan Jawa Timur kurang mendapat sorotan, sehingga dinamika masa lampau seolah-olah terputus.Kedua, pembentukan Provinsi Jawa Timur pada zaman kemerdekaan hanya meneruskan sistem pemerintahan yang mencakup wilayah Jawa Timur dari periode kolonial Hindia Belanda dan periode sebelumnya.
PENETAPAN HARI JADI
A. Penyampaian Raperda
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) hari jadi Provinsi Jawa Tmur diawali dengan penyusunan naskah akademik oleh Tim Pokja Penyusunan/pembahasan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Pembahasan awal dilaksanakan tanggal 29-30 Agustus 2006. Hadir dalam pembahasan tersebut Kepala Biro Pemerintahan, Biro Hukum, Biro Organisasi dan Badan Arsip Provinsi Jawa Timur.
Setelah melalui kajian dan pembahasan yang mendalam akhirnya raperda hari jadi berhasil diwujudkan.
Dalam raperda ini eksekutif mengusulkan tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Visi penyampaian raperda ini dapat dilihat dari penjelasan umum penetapan raperda hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Dalam penjelasannya, hari jadi provinsi pada dasarnya adalah pengakuan terhadap awal mula, kelangsungan perkembangan dan perubahan ketatanegaraan, serta penghargaan kepada pelaku pemerintahan Provinsi Jawa Timur dalam hukum tata Negara Republik Indonesia.
Penetapan hari jadi Provinsi Jawa Timur dapat menjadi wahana menumbuhkembangkan rasa persatuan, kesatuan dan kebanggaan daerah, mendorong semangat memiliki dan membangun daerah serta memperkuat rasa kecintaan, keterikatan batin rakyat, lembaga politik, sosial, keagamaan, budaya, keuangan dan perekonomian, ketatanegaraan dan pemerintahan di wilayah Provinsi Jawa Timur terhadap keberadaan Provinsi Jawa Timur sebagai daerah otonom.
Di samping itu, hari jadi Provinsi Jawa Timur dapat juga digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan jati diri Provinsi Jawa Timur yang memiliki keunggulan kualitatif, komparatif dan kompetitif yang dapat memacu pertumbuhan Provinsi Jawa Timur.
Raperda hari jadi secara resmi disampaikan kepada DPRD Provinsi Jawa Timur melalui surat Gubernur Jawa Timur tanggal 5 April 2007 nomor: 118/649/013/2007 dan surat tanggal 26 April 2007 nomor:188/740/013/2007.
B. Dukungan Pengajuan Raperda dalam Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi.
Untuk memberikan kejelasan terhadap usulan raperda hari jadi tersebut, Gubernur Jawa Timur menyampaikan Nota Penjelasan Gubernur Jawa Timur tentang Raperda Hari Jadi Provinsi Jawa Timur di hadapan Rapat Paripurna DPRD tanggal 7 Mei 2007. Nota Penjelasan Gubernur ini disampaikan bersamaan dengan nota penjelasan mengenai Raperda Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 tahun 2003 tentang Pengujian Tipe, Sertifikasi Spesifikasi Teknis Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan dan Kereta Tempel, Raperda Penataan Sempadan Sungai Kali Surabaya dan Wonokromo, serta Raperda Kesejahteraan Lanjut Usia.
Dalam penjelasannya Gubernur Jatim menegaskan bahwa salah satu bentuk penggalangan solidaritas serta membangun komitmen yang dilandasi kesadaran mengenai jati diri sebagai warga daerah adalah adanya identitas daerah, antara lain hari jadi pemerintahannya (Nota Penjelasan Gubernur Jawa Timur, 7 Mei 2007,)
Selanjutnya dikatakan, "setelah melalui pertimbangan dan kriteria yang jelas serta melalui penelitian ilmiah yang valid, berdasarkan bukti-bukti sejarah yang kredibel dan juga melalui analisa kekuatan dan kelemahan masing-masing, maka dipilih satu alternatif tanggal penetapan, yaitu tanggal 19 Agustus 1945 untuk ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Jawa Timur".
Sebagai tindak lanjut penyampaian Raperda Hari Jadi dan penjelasan Gubernur Jawa Timur tanggal 7 Mei tersebut, DPRD Provinsi menggelar Rapat Paripurna tanggal 15 Mei untuk mendengar pandangan umum enam fraksi atas empat usulan raperda oleh Gubernur Jawa Timur, termasuk Raperda Hari Jadi Provinsi Jatim.
Secara umum seluruh fraksi di DPRD Provinsi Jawa Timur mengapresiasi inisiatif eksekutif mengusulkan hari jari Provinsi Jawa Timur. Menurut Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) perlu adanya identitas daerah sebagai bentuk penggalangan serta pembangunan komitmen demi memantapkan pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutkan, FPAN melalui juru bicaranya Drs. Didik Setyobudi, Psi, MSi, menyatakan:
a. Sepenuhnya mendukung upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan hari jadi dalam rangka menumbuhkan kebanggaan rasa persatuan, kesatuan dan kebanggaan daerah;
b. Fraksi PAN berharap dengan ditetapkannya hari jadi Provinsi nantinya tidak sekedar untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan peringatan, tetapi dengan ditetapkannya hari jadi Provinsi Jawa Timur diharapkan dapat mendorong setiap warga Jatim bersemangat memiliki dan membangun daerah;
c. Agar dalam penetapan tanggal, bulan, sebagai patokan hari jadi Provinsi Jatim mempertimbangankan aspek kesejarahan yang dapat mewakili ciri-ciri masyarakat Jatim dengan keragaman latar belakang budaya masyarakat Jatim yang tersebut di tiga puluh delapan (38) kabupaten/kota." (Pemandangan Umum FPAN, 15 Mei 2007, hlm.)
Dukungan yang sama diberikan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP).Dalam pemandangan umum melalui juru bicaranya Hj. Mundjidah Wahab, BA.,FPPP menyatakan sebagai berikut:
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan memberikan apresiasi yang tinggi kepada saudara Gubernur Jawa Timur yang telah berusaha untuk mencari dan menemukan hari jadi Provinsi Jawa Timur dalam upaya untuk menemukan jati diri Provinsi Jawa Timur dengan salah satu tujuan untuk lebih meningkatkan semangat juang pemerintah Provinsi Jawa Timur dan masyarakat Jawa Timur dalam mengisi kemerdekaan yang telah kita raih dengan taruhan tetesan darah dan air mata" (Pemandangan Umum FPPP, 15 Mei 2007, hlm. 9)
Meskipun mendukung usulan Gubernur, FPPP meminta Gubernur agar berhati-hati dalam menentukan hari, tanggal, bulan dan tahun sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur, karena menurut FPPP hal tersebut akan menjadi sebuah sejarah yang bertuliskan tinta emas sampai akhir zaman. Dukungan terhadap usulan Gubernur datang juga dari Fraksi Partai Golkar (FPG).
Menurut FPG, yang disampaikan oleh juru bicaranya Drs. H. Soekardi Adi Pranoto, Apt., kehadiran peraturan daerah ini patut disambut dengan positif dan harus dibahas secara cermat dan hati-hati, sehingga tidak menghasilkan keputusan yang kontroversial yang dapat mengundang polemik ditengah masyarakat. (Pemandangan Umum FPG, 15 Mei 2007, hlm. 9)
Menurut FPG naskah akademik yang disampaikan Pemerintah Provinsi sudah sangat lengkap isinya untuk dijadikan referensi dalam menetapkan hari jadi Provinsi Jawa Timur. Namun menurutnya untuk mencermati naskah akademik tersebut membutuhkan waktu yang cukup (Ibid., hlm. 9-10). Terhadap usulan tanggal hari jadi, FPG secara khusus menyatakan:
"Menurut interpreatsi Fraksi Partai Golkar, bahwa tanggal 19 Agustus 1945 sebagaimana salah satu alternatif yang diajukan eksekutif, merupakan tanggal di mana Jawa Timur mendapatkan legitimasi politis dan yuridis sebagai salah satu provinsi dari 8 (delapan) provinsi yang ditetapkan setelah kemerdekaan. Pemberian legitimasi politis dan yuridis tersebut tentu berdasarkan pertimbangan bahwa secara historis, sosiologis dan teritorial, jauh sebelum kemerdekaan, Jawa Timur telah berbentuk sebuah provinsi yang utuh dan lengkap dengan perangkat daerahnya". (Ibid., hlm. 12)
Sementara itu pada kesempatan yang sama Fraksi Partai Demokrat Keadilan melalui juru bicaranya, Reny Irawati, menyatakan bahwa rancangan peraturan daerah Provinsi Jawa Timur tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur meminta Gubernur untuk dilengkapi dengan beberapa bahan pendukung. Menurutnya Rancangan tersebut telah membawa pemberitaan yang kurang baik bagi kebutuhan (basic need) DPRD. Munculnya pemberitaan tentang kunjungan kerja ke luar negeri berkenaan dengan pembahasan Raperda Provinsi Jawa Timur, menurut FDK telah menimbulkan salah tafsir mengenai arti penting suatu perangkat hukum dan kinerja DPRD Provinsi Jawa Timur. (Pemandangan Umum FPDK, 15 Mei 2007, hlm. 8)
Menurut FPDK masih perlu telaah bersama dan kesepakatan keilmuan untuk menentukan hitungan hari jadi Provinsi Jawa Timur dalam perspektif yuridis yang bersentuhan dengan lahirnya Tata Pemerintahan Provinsi Jawa Timur atau saat penentuan batas wilayah Provinsi Jawa Timur. Menurutnya penentuan hari jadi Provinsi Jawa Timur dapat ditelaah secara "historis-teritoria" maupun "historis administrative". (ibid)
Dengan demikian bahwa upaya membentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur harus disikapi secara tepat dengan melakukan pengkajian mengenai konten masalah yang diaturnya.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI Perjuangan) melalui juru bicaranya, Dra. Rachmawati Peni S., MBA., menyatakan bahwa hal tersebut sangat penting agar dilakukan pembahasan. Menurut FPDI Perjuangan, mengetahui hari jadi suatu daerah akan memberikan suatu semangat baru bagi warga masyarakatnya untuk lebih mengenal jati diri sebagai warga daerah. Lebih lanjut dikatakan:
"Hari Jadi Pemeritahan suatu daerah dapat merupakan salah satu bentuk penggalangan solidaritas warga daerah atas pemerintahannya. Hal tersebut juga dapat menjadi salah satu bentuk komitmen bagi warga daerah untuk ikut merasa memiliki dan mempunyai kebanggaan serta kesetiaan kepada daerahnya". (Pemandangan Umum FPDIP, 15 Mei 2007, )
Bahkan FPDIP meminta agar diadakan suatu diskusi terbuka atau seminar yang melibatkan semua unsur lapisan masyarakat, baik ilmuwan, sejarawan, tokoh-tokoh masyarakat dari semua generasi yang dapat memberi masukan dan sekiranya dapat memberikan argumentasi yang sangat berharga, agar penetapan hari jadi Provinsi Jawa Timur betul-betul tepat dan akurat. (ibid., hlm. 7-8)
Bahkan FPDIP meminta agar diadakan suatu diskusi terbuka atau seminar yang melibatkan semua unsur lapisan masyarakat, baik ilmuwan, sejarawan, tokoh-tokoh masyarakat dari semua generasi yang dapat memberi masukan dan sekiranya dapat memberikan argumentasi yang sangat berharga, agar penetapan hari jadi Provinsi Jawa Timur betul-betul tepat dan akurat. (ibid., hlm. 7-8)
Sementara itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) melalui juru bicaranya, Drs. H. Romadlon, MM, secara tegas juga menyatakan dukungannya terhadap usul eksekutif mengenai hari jadi. Meski demikian FPKB masih mempertanyakan relevansi hari jadi dengan penggalangan solidaritas dan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini FPKB menyatakan sbb:
"Sejauh mana relevansi antara penentuan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur dengan penggalangan solidaritas, rasa memiliki, dan komitmen untuk membangun daerah? Hal ini harus diperjelas karena substansi RAPERDA ternyata hanya menetapkan tanggal hari jadi serta acara seremonial berupa upacara bendera setiap tanggal 19 Agustus. Artinya, apakah penetapan tanggal hari jadi dan kegiatan seremonial peringatan hari jadi benar-benar secara logis dapat menumbuhkan solidaritas, rasa memiliki, dan komitmen untuk membangun daerah?"(Pemandangan Umum FPKB,15 Mei 2007, hlm.9).
Pernyataan senada dikatakan:
Fraksi Kebangkitan Bangsa juga mempertanyakan relevansi antara penentuan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat Jawa Timur. Jika memang tidak ada relevansi dan korelasi yang logis dan jelas antara penentuan hari jadi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat, maka sudah sewajarnya apabila masyarakat menilai penentuan hari jadi tersebut adalah sesuatu yang mengada-ada dan tanpa alasan yang masuk akal.". (Ibid.)
Bahkan menurut FPKB tuntutan pemekaran Provinsi Jawa Timur perlu mendapat perhatian Gubernur. Dikatakan:
"Berkaitan dengan wacana pemekaran Provinsi Jawa Timur yang sering didengung-dengungkan akhir-akhir ini, Fraksi Kebangkitan Bangsa juga meminta penjelasan apakah inisiatif penentuan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur juga telah mempertimbangkan kecenderungan munculnya wacana tersebut? Artinya Provinsi sebagai suatu kesatuan pemerintahan harus benar-benar dilandasi alasan administratif dan ekonomis yang jelas, dan hal ini dapat saja diubah serta disesuaikan mengikuti perkembangan situasi dan kondisi yang ada". (Ibid. hlm. 10)
C. Penjelasan Gubernur terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi
Terhadap pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Provinsi Jawa Timur Gubernur pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Timur tanggal 23 Mei 2007, berusaha meyakinkan kembali kepada anggota dewan atas raperda hari jadi provinsi. Gubernur berkeyakinan terhadap kekuatan tanggal 19 Agustus 1945 untuk ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam nota penjelasan tersebut lebih mengungkapkan kelemahan-kelemahan tiga alternatif yang sempat muncul dalam diskusi tim penelusuran hari jadi, yaitu masa Kerajaan Singhasari tanggal 28 Desember 1255, masa Kerajaan Mataram tanggal 14 Agustus 1636, dan masa penjajahan Hindia Belanda tanggal 1 Januari 1929. Menurut Gubernur kelemahan terhadap usulan masa Kerajaan Singhasari, tanggal 28 Desember 1255 adalah :
a. Kriteria pemerintahan provinsi dalam sistem ketatanegaraan dan perundang- undangan modern tidak terpenuhi;
   b. Pusat Kerajaan Singhasari dan wilayah-wilayah Provinsinya terdapat dalam wilayah Provinsi Jawa Timur sekarang. Bagi pendekatan "kekinian", hal ini dapat menimbulkan regio-sentrisme;
 c. Tanggal yang diambil dari prasasti tidak mencerminkan hari lahir pemerintahan setingkat Provinsi."
Sedangkan kelemahan masa Kerajaan Mataram tanggal 14 Agustus 1636, lebih dikarenakan:
a. Sebagian besar masuknya daerah-daerah di Jawa Timur dalam kekuasaan Kerajaan Mataram dilakukan dengan cara kekerasan/penaklukan. Hal ini kurang mendukung semangat integrasi untuk masa sekarang dan
akan datang;
b. Secara eksplisit, tanggal 14 Agustus1636 bukan sebagai tanggal berdirinya daerah "Bang Wetan";
c. Mengalami kesulitan mencari seorang tokoh yang diangkat sebagai penguasa Bang Wetan :Sementara itu, kelemahan masa zaman Hindia Belanda tanggal 1 Januari 1929,menurut Gubernur adalah:
a. Bertentangan dengan pandangan Indonesia-sentris;
b. Pembentukan provinsi dilakukan berdasarkan visi Nederlando-sentrisme;
c. Kurang menimbulkan rasa bangga bahkan mengingatkan pada penderitaan Bangsa Indonesia.
d. Dilihat dari segi karakteristik atau identitas daerah, kurang memberikan kekuatan sebab tidak banyak menampilkan ciri khas daerah (Lihat Jawaban Eksekutif, 23 Mei 2007, hlm. 15-17)
Penegasan lain disampaikan Gubernur terhadap keraguan FKB mengenai relevansi hari jadi Provinsi Jawa Timur dengan penggalangan solidaritas, dan peningkatan kesejahteraan dan tarat hidup rakyat Jawa Timur.
Menurut Gubernur peringatan hari jadi Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu bentuk aktualisasi jati diri masyarakat, khususnya masyarakat di wilayah Jawa Timur. Masyarakat yang berada dalam wilayah Jawa Timur merasa diikat oleh adanya kesamaan latar belakang sosial budaya serta adat istiadat.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan hasil Sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945, diputuskan pembentukan delapan provinsi di wilayah Republik Indonesia, salah satunya Jawa Timur.
Maka ikatan yang ada dalam masyarakat Jawa Timur yang timbul karena adanya kesamaan latar belakang sosial budaya dan adat istiadat tersebut memperoleh payung hukum, sehingga ikatan tersebut diakui secara resmi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut Gubernur menegaskan:
Melalui otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah melalui prakarsa, kreativitas serta peran aktif masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diperlukan adanya olidaritas masyarakat Jawa Timur dari berbagai lapisan, seperti pengusaha, akademisi, dan terutama aparatur negara dalam rangka menggali sekaligus mengelola potensi yang ada di wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur.
Peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur diharapkan dapat membangkitkan kembali spirit atau solidaritas serta kerukunan di antara berbagai komponen masyarakat Jawa Timur melalui berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk menggali berbagai potensi yang ada dalam wilayah Jawa Timur.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan, baik oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur maupun oleh komponen masyarakat Jawa Timur sendiri. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur seperti Gelar Pelayanan Publik yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bentuk-bentuk pelayanan publik yang dapat diberikan oleh Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, pameran-pameran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat menunjang percepatan alih teknologi kepada masyarakat serta pameran-pameran produk-produk unggulan yang menggambarkan potensi yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Kegiatan peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang dapat dilakukan atas prakarsa masyarakat seperti pengusaha, antara lain pameran hasil-hasil produksi serta barang-barang modal. Kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa Jawa Timur mempunyai potensi yang cukup besar untuk sejahtera dan maju sekaligus membangun motivasi bagi masyarakat untuk mau bekerja keras mengelola potensi yang ada dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur. Dengan demikian secara tidak langsung peringatan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur sangat besar keterkaitannya dengan aspek-aspek penyelenggraan pemerintahan dan pembangunan." (Ibid., hlm.18-20)
Bahkan menurut Gubernur penetapan tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur telah mempertimbangkan aspek kesejarahan dalam masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan. Namun struktur pemerintahan pada masa kerajaan belum mencerminkan struktur pemerintahan yang modern, sedangkan struktur pemerintahan pada masa penjajahan Belanda tidak mengandung nilai-nilai yang bersifat Indonesia-sentris serta didasarkan pada hukum kolonial (Ibid).
D. Pembahasan Komisi A
Pembahasan Raperda Hari Jadi Provinsi Jawa Timur dilaksanakan oleh Komisi A DPRD Provinsi Jatim. Sebagai komitmen dan keseriusan Komisi A dalam mewujudkan maksud dari Raperda hari jadi, secara marathon dilakukan berbagai macam cara, prosedur dan langkah strategis, mengingat jadual waktu yang diberikan oleh Dewan terhadap Komisi A sangat terbatas. Untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya tanggal 21 Juni 2007, Komisi A melaporkan pada Rapat Paripurna Masa Persidangan II Tahun Sidang 2007 DPRD Provinsi Jawa Timur yang membahas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Menurut Komisi A, melalui juru bicaranya H.A. Zainuri Ghazali,SH.,S.IP, MM. menyatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh Komisi A untuk mencari masukan dalam pembahasan Raperda Hari jadi, diantaranya dengan mengikuti seminar, melakukan kunjungan kerja ke Arsip Nasional RI, ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, kunjungan ke Belanda, diskusi dengan tim peneliti yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, pakar sejarah dan masyarakat. Hal itu dilakukan agar mendapatkan tambahan referensi serta informasi yang berhubungan dengan latar belakang dan bagaimana penetapan hari jadi suatu daerah dilakukan. (Laporan Komisi A, 21 Juni 2007, hlm.2-3)
Lebih lanjut Komisi A menyatakan bahwa penentuan hari jadi pada dasarnya adalah keputusan politik yang didasarkan pada kesepakatan kolektif. Akan tetapi kesepakatan kolektif tersebut haruslah didasarkan pada pertimbangan berbagai kepentingan yang dapat menjadi daya dorong bagi pembangunan daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, menurut komisi A penentuan hari jadi suatu daerah minimal harus memenuhi 2 (dua) indikator, yaitu landasan yuridis (legal formal) kuat, dan landasan kesejarahan yang memiliki nilai philosofis bagi pendorong pembangunan semangat kolektif sehingga memperoleh dukungan luas dari segenap lapisan masyarakat. (Ibid.)
"Landasan yuridis (legal formal) dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa titik waktu itu memang ada dan dapat diuji kebenarannya. Sedangkan landasan kesejarahan diperlukan untuk menjamin bahwa hari jadi ditetapkan dengan dukungan fakta obyektif, sehingga tidak dapat diragukan lagi keberadaannya. Di samping itu hari jadi juga menyangkut kebutuhan untuk membangun semangat pembangunan daerah yang bersangkutan. Sehingga diperlukan pilihan mengenai hari-hari atau titik waktu suatu peristiwa yang memancarkan semangat yang kita inginkan bersama. Dengan demikian perlu mengadopsi semangat heroisme, spiritualistik dan demokratik yang berkembang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat ditelusuri melalui penelitian sejarah (Ibid, hlm.3-4).
Isyarat penolakan dewan terhadap usulan eksekutif terjadi ketika dalam laporan pertama Komisi A, tanggal 21 Juni dengan gamblang dinyatakan sebagai berikut:

Kunjungan kerja dan penelitian Komisi A ke ANRI Jakarta,
23 Mei 2007 (foto : DPRD Jatim)

Seminar Mencari Sejarah Kelahiran Propinsi Jawa Timur di Jakarta, kerjasama Komisi A dengan Pusat Studi Hukum dan Demokrasi Jakarta, 29-31 Mei 2007(foto : DPRD Jatim)

Anggota Komisi A DPRD Jatim di depan Kantor KBRI di Den Haag
         (foto : DPRD Jatim)

Berdasarkan hasil seminar dan berbagai diskusi yang diikuti oleh Komisi A, penetapan tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Timur, sebagaimana diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur masih memiliki kelemahan, yaitu adanya mata rantai sejarah yang terputus". (Ibid., hlm.5)
Menurut Komisi A penelusuran sumber-sumber penelitian sejarah, baik dari naskah sastra tradisional, arsip dan pustaka yang ada hingga saat ini, terdapat beberapa titik waktu yang dapat dipertimbangkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur. Selanjutnya dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya hari jadi, tidak hanya masalah kebutuhan penulisan sejarah tetapi juga adalah sebuah kebutuhan untuk memahami keberadaan sebuah kewilayahan dan jati diri bangsa, sehingga bangsa itu dapat melangkah ke depan dengan tujuan yang jelas. Karena dilandasi oleh tujuan kolektif yang dibangun dari pengalaman bersama dengan proyeksi ke depan yang dilandasi semangat juang yang menyertainya. (Ibid, hlm. 6)
Dalam perspektif ini, tanggal 21 masih belum bisa menentukan tentang tanggal dan kapan hari jari Provinsi Jawa Timur, sehingga masih diperlukan waktu untuk penelusuran dan pendalaman terhadap dokumen-dokumen sejarah yang mendukung Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Bahkan dalam laporan pada tanggal 26 Juli 2007 di hadapan anggota Dewan Rapat Paripurna masa Persidangan II Tahun Sidang 2007 DPRD Provinsi Jawa Timur, Komisi A menyampaikan bahwa mereka belum dapat menentukan kepastian tanggal, bulan, dan tahun hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Oleh karena itu, untuk kedua kalinya Komisi A meminta kepada Rapat Paripurna meminta perpanjangan waktu/tugas selama-lamanya sepuluh hari dari tanggal penyampaian laporan.
Dengan demikian paling lambat tanggal 5 Agustus 2007 Komisi A harus telah melaporkan kepada anggota DPRD Provinsi lainnya.
Dua hari sebelum menyampaikan laporan, yaitu tanggal 24 Juli 2007, Komisi A melaksanakan diskusi langsung dengan Gubernur dengan mengemukakan alternatif-alternatif lain (Laporan Komisi A, 26 Juli, hlm. 5).
Sebagai tanggungjawab dan tuntutan penyelesaian penentuan hari jadi, maka pada tanggal 2 Agustus 2007 bertempat di Ruang Komisi A DPRD diadakan rapat dengan Tim Eksekutif untuk mendapatkan kesepakatan hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Dalam pertemuan tersebut Tim Eksekutif tetap berpendirian bahwa tanggal 19 Agustus 1945 sebagai hari jadi. Namun demikian, Tim Legislatif (Komisi A) belum bisa menyatakan persetujuannya.
Menurut H. M. Hakim, SH, MM yang ikut hadir dalam pertemuan tersebut, pada awalnya Tim Eksekutif hanya sebagai pendengar saja dan tidak ikut aktif terhadap jalannya sidang.
Dalam kondisi seperti itu, atas inisiatifnya, meminta agar Dewan juga mendengarkan argumentasi Tim Eksekutif serta mendesak Komisi A agar memperhatikan argumentasi Tim Eksekutif tanggal 19 Agustus 1945 dapat ditetapkan sebagai moment hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Permintaan M. Hakim tersebut mendapat dukungan dari anggota Tim lainnya, termasuk pakar sejarah Prof. Aminudin Kasdi.
Derasnya permintaan dan argumentasi dari Tim Eksekutif tidak membuat anggota Dewan dari Komisi A luluh dengan pendiriannya.
Akhirnya Komisi A merasa perlu merapatkan secara internal Dewan. Untuk itu sidang diskorsing ± 30 menit, sedang Tim Eksekutif diminta untuk menunggu di luar ruang sidang (Memoar H.M. Hakim, SH.MM).
Setelah rapat internal sekitar ± 30 menit, pimpinan rapat membuka kembali sidang bersama Tim Eksekutif. Dalam sidang kedua ini pimpinan rapat Ketua Komisi A, Sabron Pasaribu, menyatakan kepada Tim Eksekutif bahwa Komisi A telah sepakat dan berhasil menentukan pilihan lain hari jadi Provinsi Jawa Timur. Namun demikian menurut Komisi A belum bisa diinformasikan dan akan disampaikan pada Rapat Paripurna tanggal 3 Agustus 2007 keesokan harinya.
Akhirnya pada Rapat Paripurna Masa Persidangan II Tahun Sidang 2007 DPRD Provinsi Jawa Timur, tanggal 3 Agustus 2007, Komisi A melaporkan Pembahasan/Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur. Beberapa pointers penting yang disampaikan Komisi A dalam sidang tersebut antara lain:
a. Bahwa tugas dan tanggung jawab membahas raperda tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang diemban oleh Komisi A telah menimbulkan kontroversi di masyarakat mulai dari urgensi hari jadi sampai ditentangnya kunjungan Komisi A ke Belanda. Menurut Komisi A:
Kntroversi tersebut merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang harus kita hargai dan junjung tinggi. Sebab demokrasi menjadi instrumen penting dalam membangun kesadaran dan kedewasaan dalam berbangsa dan bernegara. Tanpa kesadaran dan kedewasaan berdemokrasi pilar-pilar negara dan bangsa ini akan runtuh diatas puing-puing anarkisme dan diktatorisme" (Laporan Komisi A: 3 Agustus, hlm. 2-3).
b.Penetapan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur bukanlah sekedar penetapan tanggal, bulan dan tahun semata, tetapi penetapan hari jadi tersebut diharapkan memiliki makna pengentalan ikatan nasionalisme dan idealisme masyarakat Jawa Timur, sehingga hari jadi dapat menjadi simbol pembangkit semangat solidaritas bagi seluruh rakyat Jawa Timur untuk membangun Jawa Timur secara bersama-sama dan menikmati hasil pembangunan itu secara bersama pula.
c.Dalam membahas Hari Jadi Provinsi Jawa Timur, Komisi A tidak hanya melakukan pendekatan keilmuan semata tetapi memperhatikan pula nilai-nilai kultural, spirit, heroisme dan demokrasi yang berkembang pada masanya.
Sebagai wujud keseriusannya Komisi A memberikan lima (5) tawaran alternatif baru yang berbeda dengan usulan alternatif Tim Eksekutif. Usulan tersebut hanya menyebutkan tanggal, dan tidak menyebutkan moment penting apa dan argumentasi seperti apa alternatif-alternatif tersebut diajukan.
Kelima Alternatif Tersebut Adalah:
1). Masa Pemerintahan Hindia Belanda, tanggal 1 Juli 1928
2). Masa Setelah Kemerdekaan, tanggal 22 Agustus 1945
3). Masa Setelah Kemerdekaan, tanggal 12 Oktober 1945
4). Masa Setelah Kemerdekaan, tanggal 25 Oktober 1945
5). Masa Setelah Kemerdekaan, tanggal 15 Agustus 1950
d. Menyepakati agar hari jadi Provinsi Jawa Timur ditetapkan pada moment tanggal
12 Oktober 1945. Menurut Komisi A, penetapan tanggal tersebut memiliki nilai historis karena:
1. Momentum pengangkatan dan/atau pelantikan R.M.T.A. Soerjo sebagai orang Indonesia pertama menjadi Gubernur Provinsi Jawa Timur.
2. Bulan Oktober juga memiliki nilai-nilai fiosofis dan heroik nasionalisme yang sangat tinggi karena pada saat itu,tepatnya pada tanggal 25 Oktober 1945, Gubernur R.M.T.A. Soerjo dengan gagah berani menolak permintaan Sekutu (Jenderal Mallaby) untuk menyerahkan diri dan datang ke kapal perang mereka.
3.Tahun 1945, merupakan titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia setelah mendapatkan buah perjuangan berupa kemerdekaan" (Laporan Komisi A, 3 Agustus 2007, hlm. 6-7)
E. Penetapan Hari Jadi
Pada Sidang Paripurna tanggal 7 Agustus 2007, semua fraksi menyetujui hari jadi Provinsi Jawa Timur tanggal 12 Oktober 1945 sebagaimana kesepakatan Komisi A yang disampaikan tanggal 3 Agustus lalu.
Ini berarti semua fraksi tidak menerima, mengabaikan atau menolak usulan eksekutif agar tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur. Meski menolak, tampaknya enam fraksi dalam pendapat akhirnya tidak menyampaikan dasar penolakan dari usulan tanggal 19 Agustus 1945 tersebut. Hanya satu fraksi PKB yang secara konkrit memberikan argumentasi penolakan.
Persetujuan terhadap usulan Komisi A tentang penetapan tanggal 12 Oktober 1945 disampaikan oleh masing-masing juru bicara fraksi, yaitu: Hj. Mundjidah Wahab, BA dari Fraksi Partai Persatuan Pembanguan, Drs. KH. Khalilurrachman, SH. dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Suli Da'im, SPd. MM. dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dra. Hj. Harbiah Salahuddin, MSi. dari Fraksi Partai Golongan Karya, Ir. H. Sukirno, MSi. dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan H. Soeharto, SH, M.Hum. dari Fraksi Partai Demokrat Keadilan.
Menurut Fraksi PAN penetapan tanggal tersebut ditemukan dalam memoar Bung Tomo dan Profile Provinsi Jawa Timur. Alasan Fraksi PAN sama dengan Komisi A yang disampaikan tanggal 3 Agustus lalu, yaitu bahwa pertama, tanggal tersebut memiliki nilai historis karena merupakan momen tum pengangkatan dan/atau pelantikan RMTA Soerjo sebagai orang Indonesia pertama menjadi Gubernur Provinsi Jawa Timur. Kedua, bulan Oktober juga memiliki nilai-nilai filosofis dan heroik nasionalisme yang sangat tinggi karena pada tanggal 25 Oktober 1945, Gubernur R.M.T.A. Soerjo berani menolak permintaan Sekutu (Jenderal Mallaby) untuk menyerahkan diri dan datang ke kapal perang mereka. Ketiga, tahun 1945, merupakan titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia setelah mendapatkan buah perjuangan berupa kemerdekaan.
Pandangan menarik disampaikan oleh Fraksi Partai Golkar. Di samping menyetujui usulan, FPG juga mengkritisi laporan Komisi A. Bahkan sikap kritisnya tersebut cenderung ambivalen. Menurut FPG "Komisi A, mengabaikan 4 (empat) alternatif yang diajukan eksekutif, walaupun tanpa didukung oleh pertimbangan yang memadai". Selanjutnya dikatakan oleh FPG "tidak satupun alternatif yang diajukan Komisi A yang sejalan dengan 4 (empat) alternatif yang diajukan Eksekutif. Hal ini telah mengundang berbagai pertanyaan masyarakat khususnya dari para ahli sejarah dan ahli hukum". (Lihat Pendapat Akhir FPG: 7 Agustus 2007, hlm. 5)
Dalam pernyataan selanjutnya oleh FPG disampaikan sebagai berikut:
"Tanggal 12 Oktober 1945 adalah tanggal pengangkatan dan/atau pelantikan Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo sebagai Gubernur pertama Jawa Timur. Sama halnya dengan pengangkatan Ir. Soekarno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945.
Kita tidak pernah memperingati Hari Ulang tahun Kemerdekaan RI pada tangga 18 Agustus, tetapi tetap pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Penetapan tanggal 12 Oktober 1945 sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur, di samping tidak memenuhi aspek historis dan yuridis, juga mencerminkan sikap kultus individu terhadap Gubernur Soerjo.
Tanggal tersebut lebih tepat dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun pengangkatan beliau sebagai Gubernur Jawa Timur yang pertama" (Lihat Pendapat Akhir FPG: 7 Agustus 2007, hlm. 6-7).
Sikap kritis FPG ini sekilas memberikan kesan kuat adanya ruang lain bahwa Partai Gokar akan memiliki pilihan sendiri di luar usulan Komisi A. Bahkan secara tegas dalam pandangan selanjutnya dikatakan:
Dari sumber dokumen resmi ketatanegaraan Indonesia sebagaimana dimuat dalam naskah akademik seperti yang dikutip di atas tadi, dapat disimpulkan bahwa tanggal 19 Agustus 1945 telah memenuhi dua alasan utama yakni alasan kesejarahan dan alasan yuridis. Artinya bahwa yang terjadi pada tanggal 19 Agustus 1945 ialah peristiwa sejarah sekaligus peristiwa yuridis dalam kehidupan ketata negaraan kita" (Ibid, hlm. 10).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas seolah memberikan kesan terhadap adanya kemungkinan FPG menolak usulan Komisi A. Akan tetapi di bagian akhir pandangan akhirnya FPG tanpa memberikan argumentasi penolakan terhadap usulan hari jadi dari eksekutif tanggal 19 Agustus 1945, FPG dapat menerima dan menyetujui Raperda Hari Jadi Provinsi Jawa Timur tanggal 12 Oktober 1945 (Ibid, hlm. 13).
Meskipun persetujuan tersebut disertai catatan "apabila dikemudian hari ditemukan bukti-bukti pendukung yang lebih akurat tentang hari jadi provinsi Jawa timur perda akan dilakukan perubahan sebagaiman mestinya".
Sementara itu, alasan utama Fraksi Partai Demokrat Keadilan menyetujui usulan Komisi A karena tanggal 12 Oktober 1945 memiliki motivasi historis munculnya Provinsi Jawa Timur yang heroik-nasionalis dengan Gubernur pertama Provinsi Jawa Timur R.M.T.A. Soerjo pada tanggal 12 Oktober 1945.
Menurut FDK penetapan ini adalah pilihan politik yang memiliki landasan akademik dalam percaturan tata pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang lahir dalam era revolusioner, era dimana Kemerdekaan 17 agustus 1945 dikumandangkan. Dikatakan lebih jauh bahwa:
"Realitas ini adalah suatu kebenaran sejarah bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memang baru lahir pda tanggal 17 Agustus 1945, sehingga logis apabila Provinsi Jawa Timur muncul sebagai provinsi yang dibentuk dalam konten heroisme dan nasionalisme Proklamasi Kemerdekaan.
Tentu sebagai suatu kewajaran apabila lahirnya Pemerintah Provinsi termasuk Provinsi Jawa Timur sebagai bagian dari NKRI setelah lahirnya NKRI. Tidaklah masuk akal apabila kehadiran Provinsi Jawa Timur mendahului terbentuk NKRI sendiri" (lihat Pandangan Akhir FDK, 7 Agustus 2007, hlm. 19).
Pendapat tak kalah kritis disampaikan oleh FPDI Perjuangan. Menurut fraksi PDIP hari jadi Provinsi Jawa Timur selain memenuhi unsur yuridis, sosiologis, historis dan filosofis juga unsur heroisme dan nasionalisme. Selain itu juga karena memenuhi kriteria Provinsi, dimana suatu Provinsi dikatakan ada ,apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Pembentukannya harus didasarkan pada dasar hukum yang past ;
b. Ada seseorang yang diserahi tugas sebagai peminpin wilayah oleh otoritas diatasnya;
c. Adanya penetapan wilayah yang jelas;
    d. Adanya lembaga/badan yang diserahi tugas untuk melakukan pengawasan/ memberikan pertimbangan bagi pelaksanaan pemerintahan;
    e. Ditetapkan suatu system yang bertujuan untuk menggerakkan semua unsur yang terdapat atas kendali pemerintahan.(Pendapat Akhir FPDIP: 7 Agustus 2007, hlm 4).
Menurut FPDIP tanggal 12 Oktober 1945 sesuai dengan laporan Komisi A, Fraksi FPDIP sependapat karena memenuhi unsur dengan nilai historis dan unsur-unsur lainnya, terutama nilai heroisme Bangsa Indonesia dalam melawan penjajah dan semangat berkarya dalam mengisi kemerdekaan. (Ibid, hlm 4-5) Meskipun FPDI Perjuangan setuju penetapan tanggal tersebut, namun FPDI Perjuangan memberikan catatan bahwa penetapan tanggal tersebut harus ditunjang dengan bukti-bukti yang otentik.
Dukungan terhadap usulan Komisi A datang juga dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Disamping memberikan dukungan, FPKB merupakan satu-satunya fraksi yang secara tegas menolak usulan eksekutif tanggal 19 Agustus 1945 untuk dijadikan hari jadi Provinsi Jawa Timur.
Menurut FPKB usulan Tim Eksekutif dinilai tidak spesifik, tidak memiliki deferensiasi dan waktu kejadian peristiwanya berhimpitan dengan proklamasi kemerdekaan RI. Pendapat FPKB tersebut secara lengkap adalah sebagai berikut:
"Hasil penelusuran terhadap peristiwa atau momen bersejarah pasca proklamasi memunculkan beberapa opsi diantaranya tanggal 19 Agustus 1945, dimana pada saat itu, dalam rapatnya PPKI membagi wilayah Indonesia dalam 8 provinsi antara lain :
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, Sulawesi, Kalimantanatau Borneo, Maluku dan Sunda Kecil. Penentuan secara bersamaan beberapa daerah provinsi tersebut dipandang tidak spesifik bagi eksistensi Provinsi Jawa Timur, sehingga apabila digunakan sebagai Hari Jadi bisa sama dengan daerah lain serta tidak mempunyai deferensiasi.
Pertimbangan lain yang tidak "memihak" pada opsi ini adalah waktu kejadian peristiwanya yang berhimpitan serta lebih dominannya dimensi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Peringatan Hari Jadi pada tanggal 19 Agustus akan tenggelam oleh keagungan dan kebesaran peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus." (Lihat Pendapat FPKB, 7 Agustus 2007, hlm. 7)
Begitu pula Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dapat menerima dan menyetujui rancangan peraturan daerah tersebut dengan catatan agar diadakan sosialisasi baik kepada seluruh jajaran pemerintahan di Provinsi Jawa Timur maupun kepada masyarakat Jawa Timur secara keseluruhan.
Disamping itu adanya hari jadi dapat menjadi motor utama terhadap penggalangan solidaritas warga dalam arti membangun komitmen yang dilandasi kesadaran mengenai jati dirinya sebagai warga daerah.
Berdasarkan kesepahaman, kesepakatan dan persetujuan enam fraksi atas usul komisi A di DPRD Provinsi Jatim, maka Rapat Paripurna Masa Persidangan III Tahun Sidang 2007, pada hari Selasa 7 Agustus 2007 bertepatan dengan tanggal 24 Rajab 1428 H dan 24 Rejeb 1940,
Pimpinan rapat dengan atas persetujuan peserta rapat memutuskan moment kedatangan R.M.T.A Soerjo ke Surabaya tanggal 12 Oktober 1945 ditetapkan sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Timur.
Pada kesempatan itu juga usai penatapan hari jadi Gubernur bersama Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur menandatangani Peraturan Daerah Hari Jadi Propvinsi Jawa Timur. Menurut H. M. Hakim, SH, MM yang ikut hadir dalam rapat dan penandatanganan Raperda tersebut, dalam sambutannya Gubernur Jawa Timur menyampaikan pesan sebagai beikut:
"Kepada semua pihak diharapkan memaklumi hari jadi tersebut. Karena ini adalah hasil maksimal bahasan wakil-wakil rakyat kita di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur." (memoar H. M. Hakim, SH, MM).
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Penandatanganan Peraturan Daerah Hari Jadi Provinsi Jawa Timur oleh Gubernur Jatim Imama Utomo S. disaksikan Ketua DPRD H. Fatorrasjid dan Wakil Ketua Ridwan Hisyam, pada Sidang Paripurna III 7 Agustus 2007.
(Sumber : Badan Arsip Prov.Jatim)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host